Pertuni meyakini, bahwa menempuh pendidikan hingga ke perguruan tinggi merupakan salah satu cara terbaik untuk membangun generasi muda tunanetra yang berkualitas. Itulah sebabnya, menjalin kerjasama dengan berbagai perguruan tinggi, baik negeri maupun swasta, menjadi salah satu program yang secara konsisten terus diupayakan implementasinya, sehingga diharapkan tunanetra dapat memperoleh kemudahan, fasilitas dan layanan khusus saat menempuh jenjang pendidikan tinggi. Tahun ini, DPP Pertuni kembali merealisasikan kerjasama dengan beberapa perguruan tinggi, yaitu Universitas Pamulang, Universitas YARSI, dan Universitas Trilogi.
Pada tahun akademik 2017-2018, Universitas Pamulang (Unpam) sebuah universitas swasta di bawah Yayasan Sasmita yang berlokasi di kota Tangerang Selatan, telah berkomitmen menerima mahasiswa tunanetra tanpa memungut biaya apa pun, baik uang pendaftaran, uang kuliah, uang ujian, dan lain-lain. Unpam juga telah berkomitmen membangun diri menjadi universitas inklusif, dengan mendirikan pusat layanan untuk mahasiswa penyandang disabilitas.
Pada pertengahan Agustus lalu, telah ada empat tunanetra mengikuti tes ke universitas pamulang, tiga di antaranya mendaftar ke jurusan teknik informatika. Ketiga tunanetra ini menjadi pioneer – tiga tunanetra pertama yang menempuh kuliah di teknik informatika. Hal ini berarti pula, bahwa universitas Pamulang menjadi universitas Pertama yang membuka pintu menerima tunanetra kuliah di program studi teknik Informatika. Sebuah terobosan yang layak memperoleh apresiasi, mengingat masih banyaknya universitas lain di Indonesia yang memandang sebelah mata terhadap kemampuan tunanetra mengikuti perkuliahan.
Terobosan besar yang dilakukan oleh Unpam pada dunia pendidikan tinggi di Indonesia ini, tentu tidak lepas dari upaya advokasi yang secara konsisten terus dilakukan oleh Pertuni. Aria Indrawati, Ketua Umum Pertuni memaparkan, Pertuni akan terus memberikan pendampingan kepada Unpam agar dapat semakin memahami bagaimana tunanetra belajar di universitas, khususnya pada program studi teknik informatika. Pada mata kuliah seperti kalkulus dan alogaritma misalnya, akan dibutuhkan penyesuaian agar mahasiswa tunanetra dapat mengikuti mata kuliah tersebut sebagaimana mahasiswa umum lainnya. Meski demikian, Aria optimis bahwa tunanetra di Indonesia kelak juga akan dapat berkiprah di dunia teknologi sebagaimana tunanetra di negara lain. Pertuni akan malakukan koordinasi dan konsultasi dengan partner di Manila tentang bagaimana mereka menangani mahasiswa tunanetra. “Pada tahun 2018 mendatang, rencananya Pertuni yang didukung oleh program Higher Education dari ICEVI akan membawa tim Unpam mengunjungi universitas di Manila yang menerima mahasiswa tunanetra, sehingga mereka bisa melihat langsung bagaimana tunanetra belajar IT,” katanya.
Tidak hanya Unpam, pada tanggal 9 agustus lalu, Ketua Umum Pertuni dan Dekan Fakultas Psikologi Universitas YARSI telah menandatangani perjanjian kerja sama dengan fakultas Psikologi Universitas Yarsi. Ini menjadi bentuk komitmen Universitas YARSI untuk menerima mahasiswa tunanetra –dengan kemampuan ekonomi yang cukup– yang ingin berkuliah di kampus yang berlokasi di wilayah Cempaka Putih tersebut.
Selain Unpam dan Universitas YARSI, upaya advokasi juga dilakukan oleh Pertuni kepada Universitas Trilogi. Pada tanggal 18 Agustus, Pertuni melakukan audiensi dengan Wakil Rektor I universitas yang berlokasi di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan tersebut guna memberikan gambaran bagaimana tunanetra dapat mengikuti perkuliahan secara inklusif di perguruan tinggi. Meski belum pernah memiliki mahasiswa tunanetra sebelumnya, namun Wakil Rektor I Universitas Trilogi menyambut baik masukan tersebut dan berjanji akan menindaklanjutinya. Selain membuka diri untuk menerima mahasiswa tunanetra pada program studi ilmu sosial, Pertuni juga mendorong Universitas Trilogi agar dapat memberikan kesempatan bagi tunanetra yang berminat terhadap program studi teknik informatika, sebagaimana yang telah direalisasikan oleh Unpam. Dengan begitu, diharapkan nantinya akan ada semakin banyak lagi universitas dan program studi yang dapat menjadi pilihan bagi tunanetra yang ingin melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Sebelumnya, Pertuni pernah menjalin kerjasama dengan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) dan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) untuk membentuk Pusat Layanan Mahasiswa Tunanetra. Dengan banyaknya mahasiswa tunanetra yang berkuliah di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, Pertuni juga memberikan pendampingan terhadap pengelolaan Pusat Layanan Disabilitas (PLD) di kampus tersebut. Sedangkan, bentuk kerjasama yang dilakukan bersama Universitas Brawijaya adalah dengan penyelenggaraan kegiatan bersama, seperti Pre-employment Soft Skill Training untuk Mahasiswa Tunanetra, serta Sosialisasi dan Pelatihan Penggunaan Buku Elektronik Epub untuk Tunanetra yang akan diadakan pada akhir Agustus mendatang.
Aria menjelaskan alasannya, mengapa perlu melibatkan perguruan tinggi dalam pemberdayaan tunanetra. Perguruan tinggi sebagai salah satu tempat tunanetra belajar, diharapkan dapat pula membantu menyumbangkan ide-ide pemikiran untuk pengembangan tunanetra di masa mendatang. “Lalu, perguruan tinggi juga diharapkan dapat menyediakan tenaga ahli untuk pemberdayaan tunanetra. Misalnya, saat ini kita mendorong agar alumni Fakultas Psikologi Universitas YARSI agar dapat menjadi psikolog tumbuh kembang anak dan psikolog pendidikan anak berkebutuhan khusus,” ujar Aria.*
Humas DPP Pertuni