– Adakan Pelatihan untuk Mahasiswa Tunanetra, Pertuni Antar Misbahul Arifin Raih Beasiswa

“Dulu, saya adalah mahasiswa yang kuper. Saya belum tahu mau mengarahkan diri saya ke mana, apakah saya perlu rajin menulis, apakah saya perlu mengikuti lomba MTQ atau kegiatan lainnya.” Begitulah, Misbahul Arifin memulai kisahnya meraih 3 beasiswa selama menjadi mahasiswa. Misbah, demikian dia biasa disapa, merupakan seorang tunanetra yang  tengah menempuh pendidikan di jurusan Pendidikan Luar Biasa (PLB) Universitas Sebelas Maret. Motivasinya yang kuat untuk tidak menambah beban finansial orangtua akhirnya sukses  mewujudkan keinginannya meraih beasiswa, baik pemerintah maupun non-pemerintah. Bagi Misbah, keberhasilan itu tak lepas dari keterlibatannya pada berbagai pelatihan yang diadakan oleh Pertuni.

Meraih sebuah beasiswa tak dapat dikatakan mudah. Bagaimanapun ada berbagai persyaratan yang perlu dipenuhi, mulai dari kemampuan menulis essai, kemampuan berbahasa inggris, keaktifan di organisasi, serta berpengalaman mengikuti berbagai lomba dan karya ilmiah. Meski begitu, faktanya Misbah berhasil melampaui semua tahapan itu. Bukan hanya  beasiswa Bidikmisi khusus penyandang disabilitas yang ia raih di semester kedua, pada semester keempat Misbah juga meraih beasiswa untuk umum seperti beasiswa LAZIS (Lembaga Amal, Zakat, Infaq, dan Sadakah) serta beasiswa Bakhti Nusantara di semester kedelapan.

Misbah menjelaskan, bagaimana dia memperoleh ketiga beasiswa tersebut. Pada beasiswa Bidikmisi Disabilitas, tentu persaingan hanya di antara sesama penyandang disabilitas. Beasiswa LAZIS diperolehnya tanpa ada persyaratan khusus, kecuali keaktifan di organisasi Islam. Sementara itu, beasiswa Bakhti Nusantara  memiliki tantangan tersendiri bagi Misbah. Selain bersaing dengan orang-orang nondisabilitas, beasiswa Bakhti Nusantara memiliki beberapa tahapan seleksi yang cukup ketat, mulai dari seleksi berkas, wawancara, hingga uji publik karya ilmiah. “Nah, pelatihan diadakan Pertuni di Surabaya itu berpengaruh pada kesiapan psikologis saya saat tahapan wawancara beasiswa Bakhti Nusa,” cerita Misbah.

Baca Juga:  Catatan Dari Philipine Education Forum.

Tahun 2017, Misbah mengikuti Pre-Employment Softskill Training yang diadakan oleh Pertuni di Surabaya. Pada kegiatan tersebut, para mahasiswa tunanetra diberikan  pelatihan untuk mengasah  softskill mereka, seperti jiwa kepemimpinan, disiplin, keberanian mengambil keputusan, serta membangun rasa percaya diri. Misbah mengakui, bahwa apa yang ia pelajari dari Pre-Employment Softskill Training yang diadakan oleh Pertuni itu membuatnya lebih percaya diri  dalam menjalani kesehariannya sebagai mahasiswa tunanetra yang beraktivitas di tengah orang-orang berpengelihatan awas.

Setelah tahapan wawancara, calon penerima beasiswa Bakhti Nusantara juga diminta melakukan uji publik karya ilmiah, yaitu mempresentasikan essai ilmiah yang diserahkan bersamaan dengan berkas-berkas persyaratan beasiswa. Pada essai tersebut Misbah bercerita tentang gerakan  pemberdayaan tunanetra dalam segi pendidikan, baik formal maupun informal dengan judul Tekhnik Mentoring Masyik untuk meningkatkan regulasi diri dan motivasi diri Tunanetra dalam Kehidupan Sehari-hari dengan metode Qurani. “Inspirasi Ide untuk essai ini juga saya dapatkan dari kegiatan yang diadakan oleh Pertuni untuk mahasiswa tunanetra, yaitu Pertuni’s Country Champion yang saya hadiri di Jakarta. Kemudian ide ini saya jadikan sebagai dasar pemikiran pada essai saya,” katanya.

Selain rajin mengumpulkan sumber informasi tentang beasiswa, Misbah juga berbagi tips untuk teman-teman tunanetra yang juga ingin memperoleh beasiswa. Menurut dia, menulis merupakan salah satu kemampuan yang penting dimiliki bagi siapa saja yang berniat mendapatkan beasiswa. Pasalnya, kebanyakan beasiswa yang berkualitas mengusung persyaratan terkait kemampuan menulis, seperti menulis karya ilmiah atau pengalaman menulis di media nasional.  Bukan hanya itu, Misbah juga menekankan agar teman-teman tunanetra yang ingin melamar beasiswa sebaiknya mengasah kemampuan public speaking. Misbah menjelaskan, bahwa saat wawancara beasiswa biasanya peserta akan diminta menjelaskan sesuatu secara runut dengan pola pemikiran yang berdasar. “Misalnya kalau kita menyampaikan hobi kita adalah naik gunung, pasti pewawancara akan Tanya gunung mana saja yang sudah didaki, di antara semua pengalaman naik gunung mana yang paling menarik, kenapa menyukai gunung tersebut dan seterusnya. Jadi walaupun pertanyaannya hanya tentang hobi, pewawancara akan tetap menanyakan alasan dan pola pikir di balik pilihan dan pendapat kita itu,” terang Misbah.

Baca Juga:  Mengatasi Mental Blocks pada Perempuan Tunanetra

Tak puas telah meraih 3 beasiswa, Misbah masih akan berburu beasiswa-beasiswa berikutnya. Saat ini, Misbah sedang menunggu pengumuman beasiswa Al-Mizan, yaitu beasiswa untuk proposal skripsi dengan tema Qurani.  Menurut Misbah, penyandang disabilitas yang tidak memiliki hambatan pada intelektual seharusnya dapat ikut berpartisipasi dalam beasiswa umum, tidak harus melalui beasiswa khusus disabilitas. Karenanya, Misbah berharap kelak akan ada regulasi yang lebih jelas dari pemerintah, misalnya untuk beasiswa seperti LPDP tentang bagaimana penyandang disabilitas dapat mengikuti beasiswa tersebut secara inklusif. “Kalau ada beasiswa khusus disabilitas, itu seharusnya persyaratannya sama dengan yang non-disabilitas. Tunanetra juga harus bisa bikin karya ilmiah, bisa bikin cerpen yang dimuat di media nasional, bikin program kreatif mahasiswa, dan bikin essai,,” tutur Misbah.

Sebagai organisasi  tingkat nasional yang memperjuangkan hak-hak penyandang tunanetra, Pertuni telah berupaya melakukan berbagai pelatihan untuk memberdayakan serta meningkatkan kualitas hidup tunanetra di Indonesia, termasuk pelatihan untuk para mahasiswa tunanetra. Misbah merupakan salah satu mahasiswa tunanetra yang telah merasakan manfaat dari keikutsertaannya pada pelatihan-pelatihan yang diadakan oleh Pertuni  untuk mahasiswa tunanetra. Dalam cerita suksesnya meraih beasiswa, Misbah menyampaikan bahwa kecakapan berbahasa Inggris juga menjadi kemampuan yang penting dimiliki oleh tunanetra agar dapat meraih beasiswa yang berkualitas. “Karena itu, saya berharap selanjutnya Pertuni juga dapat mengadakan pelatihan Bahasa Inggris untuk mahasiswa tunanetra,” katanya.*

 

Bagikan ke yang lain

About Author

Back to top