– Refleksi Pertuni: Perikrutan Karyawan Penyandang Disabilitas Oleh BUMN Tahun 2019.

Pada seputar April tahun 2019, masyarakat penyandang disabilitas di Indonesia dibuat gembira oleh adanya perikrutan karyawan penyandang disabilitas oleh BUMN. Hal ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama antara Kementerian Tenaga Kerja dan Kementerian BUMN, yang dirintis pada tahun 2016-2017 yang ditandai dengan penandatanganan MOU antara kedua kementerian tersebut. Dalam kerja sama ini, Kementerian BUMN berkomitmen mendorong BUMN di seluruh Indonesia untuk mulai merikrut tenaga kerja penyandang disabilitas, dalam rangka memenuhi kuota 2 % yang dimandatkan UU No. 8 tahun 2016.

Perikrutan dilakukan secara online. Forum Human Capital Indonesia FHCI yang di dalamnya terdapat perwakilan dari human resources development (HRD) dari seluruh BUMN, dipercaya menjadi pengorganisir proses perikrutan tersebut. Untuk memastikan agar platform yang digunakan untuk proses perikrutan ini dapat diakses oleh tunanetra yang menggunakan aplikasi pembaca layar, pertemuan dan konsultasi dengan Pertuni pun dilakukan, meski tidak semua rekomendasi Pertuni diikuti dan dipenuhi, dengan alasan karena sudah melampaui batas waktu yang diberikan.

Memasuki awal semester kedua 2019 paska proses perikrutan berlangsung, berita negatif pun mulai menyebar di kalangan penyandang disabilitas. Bagi yang tidak diterima, informasi negatif yang beredar adalah: “ada diskriminasi dalam proses perikrutan”, “proses perikrutan tidak jelas”, dan lain-lain. Bahkan, dari kalangan yang diterima pun ada informasi yang negatif; “saya mendaftar ke Pertamina dan diterima, sudah melalui proses wawancara, namun ketika penempatan kerja dilempar ke anak perusahaan Pertamina”; Ada pula yang menyampaikan, “tunanetra yang diterima tidak difasilitasi dengan kebutuhan khusus yang diperlukan”; “Atau, Saya diterima, tapi setelah ditempatkan, saya tidak diberi pekerjaan,, jadi hanya pulang-pergi ke kantor, jadi stress”; Atau, “Gaji saya yang dituliskan pada kontrak kerja tidak sesuai – (lebih kecil) dari yang diinformasikan ke saya saat wawancara kerja”.

Baca Juga:  Bangun Generasi Muda Tunanetra, DPP Pertuni Jalin Kerjasama dengan Perguruan Tinggi

Informasi penting yang diterima DPP Pertuni adalah: “kami itu dirikrut sebagai bagian dari program CSR (corporate social responsibility) perusahaan”.

Nah, itu dia. Berdasarkan catatan DPP Pertuni, Jika perikrutan tenaga kerja penyandang disabilitas menjadi bagian dari program CSR, maka, salah satu risikonya adalah, sikap mental BUMN yang merikrut adalah “charity”, atau karitatif, atau “belas kasihan”, bukan pemberdayaan. Karena ini “charity”, maka, orang yang menjadi targetnya harus mau menerima saja apa yang diperlakukan pada mereka. Dari catatan DPP Pertuni pun Memang ada perusahaan yang mengawali perikrutan tenaga kerja penyandang tunanetra dari program CSR, namun kemudian tetap dimasukkan ke dalam sistem human resources development perusahaan; Jadi pada akhirnya tetap mengikuti sistem yang ada di perusahaan tersebut.

Pertuni sebagai bagian dari koalisi nasional organisasi penyandang disabilitas tingkat nasional telah berupaya mengadakan pertemuan dengan FHCI yang ditugasi melakukan perikrutan. Nampaknya, FHCI pun tidak paham akan persoalan-persoalan yang terjadi. Mereka menyampaikan bahwa tugas FHCI itu seperti event organizer saja, selebihnya itu wewenang BUMN yang bersangkutan. Mereka mengakui masih banyak kekurangan, dan berjanji akan memperbaiki di masa mendatang.

Beberapa penyandang tunanetra yang diterima dalam proses perikrutan ini dan yang mengalami perlakuan tidak menyenangkan sebelumnya telah bekerja di lembaga lain. Namun, dengan harapan ingin mendapatkan karir dan penghasilan yang lebih baik, mereka mengikuti proses perikrutan ini. Pertuni juga mengamati masih ada penyandang tunanetra yang diterima tapi tidak sesuai dengan yang ia mendaftar, masih terus berupaya agar haknya terpenuhi.

Dari wawancara yang dilakukan DPP Pertuni kepada tunanetra yang diterima namun kemudian ditempatkan di perusahaan yang tidak ia inginkan mengatakan bahwa para perusahaan yang menerima tenaga kerja penyandang tunanetra itu tidak tahu ada proses perikrutan tersebut. Namun, karena mereka adalah anak perusahaan BUMN, dan perikrutan ini merupakan kebijakan Kementerian BUMN, mereka diam saja, – menerima saja, meski tidak tahu dan tidak diberi tahu tugas dan pekerjaan apa yang harus diberikan kepada karyawan tunanetra tersebut.

Baca Juga:  Verbatim, Profesi Yang Cocok Untuk Tunanetra.

Apa yang terjadi dalam proses perikrutan tenaga kerja penyandang disabilitas oleh BUMN tahun 2019 itu sudah terjadi, dan kesalahan yang mereka lakukan tidak mungkin diperbaiki. Akhirnya, DPP Pertuni mencatat ada penyandang tunanetra yang merasa tidak puas dengan hasil yang mereka capai dalam proses perkrutan tersebut kemudian mengundurkan diri; Meski, ada yang menerimanya saja, pasrah, karena ia sudah terlanjur meninggalkan pekerjaan yang sebelumnya, sementara ia juga membutuhkan penghasilan.

Pihak FHCI menyampaikan pada koalisi nasional organisasi penyandang disabilitas di mana Pertuni ada di dalamnya bahwa tahun 2020 -2021 BUMN akan kembali mengadakan perikrutan tenaga kerja penyandang disabilitas. Jika tidak ada advokasi secara sistematis untuk mengawal prosesnya, kesalahan yang terjadi sebelumnya akan berulang.

Langkah DPP Pertuni dalam waktu dekat ini adalah menyusun panduan perikrutan dan penempatan tenaga kerja penyandang tunanetra. Pertuni berharap Panduan tersebut dapat dimanfaatkan oleh siapa pun yang merikrut tenaga kerja penyandang tunanetra.

Bagikan ke yang lain

About Author

Back to top