– Aksesibilitas untuk Tunanetra pada Uang Baru NKRI

11 pecahan uang baru NKRI

Bank Indonesia (BI) kembali meluncurkan uang baru Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) emisi 2016 pada hari Senin, 19 Desember 2016. Salah satu perbedaan uang NKRI kali ini dengan yang sebelumnya, yakni adanya fitur Blind Code (Kode Tunanetra), sehingga diharapkan uang NKRI dapat lebih mudah diakses oleh penyandang tunanetra di seluruh Indonesia.

Kode tunanetra yang dimaksud, yaitu berupa garis kembar yang dicetak timbul pada sisi kanan dan kiri lembar uang. Pada pecahan uang seratus ribu rupiah misalnya, terdapat sepasang garis timbul. Pada pecahan lima puluh ribu rupiah terdapat dua pasang garis timbul. Pada pecahan dua puluh ribu rupiah terdapat tiga pasang garis timbul , dan seterusnya. Semakin kecil nilai pecahan uang, maka semakin banyak  garis kembar yang terdapat pada kedua sisi lembar uang tersebut.

Aksesibilitas uang untuk tunanetra telah cukup lama menjadi fokus advokasi  Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia). Setelah beberapa upaya lobi dan audiensi yang dilakukan Pertuni kepada BI, barulah akhirnya BI menindaklanjuti perihal aksesibilitas uang tersebut pada tahun 2015. Dalam sebuah forum diskusi, Pertuni memberikan contoh aksesibilitas uang yang telah ada di negara-negara lain. Dollar Australia misalnya, menggunakan bahan kertas yang relatif kaku, serta memiliki ukuran kertas yang berbeda antara tiap pecahan uang untuk memudahkan tunanetra membedakan pecahan uang yang satu dan yang lain. Sementara itu, dollar Hong-Kong menggunakan angka Braille  dan garis timbul sebagai aksesibilitasnya—dan inilah yang pada akhirnya dipilih BI untuk digunakan pada lembar uang NKRI sebagai fitur aksesibilitas untuk tunanetra.

Pecahan uang baru yang diluncurkan oleh BI terdiri dari 7 pecahan uang rupiah kertas dan 4 pecahan uang rupiah logam. Untuk lebih jelasnya, sebagai berikut:

  1. Pecahan seratus ribu rupiah
Baca Juga:  Dari Organisasi Sampai Stand Up Comedy, Sepak Terjang Jaka Ahmad dalam Advokasi Isu Disabilitas

Aksesibilitas: 1 pasang garis timbul

Warna: merah

Desain: Proklamator Soekarno-Hatta dalam pose yang tidak terlalu formal pada sisi depan dan tari topeng Betawi pada sisi belakang.

 

  1. Pecahan lima puluh ribu rupiah

Aksesibilitas: 2 pasang garis timbul

Warna:  biru

Desain: Pahlawan Nasional Ir. Djuanda Kkartawidjaja pada sisi depan dan Tari Legong dari Bali pada sisi belakang.

 

  1. Pecahan dua puluh ribu rupiah

Aksesibilitas: 3 pasang garis timbul

Warna: hijau

Desain: Pahlawan Nasional GSSJ. Ratulangi pada sisi depan dan  Tari Gong dari Dayak.

 

  1. Pecahan sepuluh ribu rupiah

Aksesibilitas: 4 pasang garis timbul

Warna: ungu

Desain: Pahlawan dari Papua; Frans Kasiepo pada sisi depan dan  Tari Pakarena dari Sulawesi Selatan.

 

  1. Pecahan lima ribu rupiah

Aksesibilitas: lima pasang garis timbul

Warna: cokelat

Desain: Pahlawan nasional Idham Chalid pada sisi depan dan Tari Gambyong pada sisi belakang.

 

  1. Pecahan dua ribu rupiah

Aksesibilitas: 6 pasang garis timbul

Warna: abu-abu

Desain: Pahlawan nasional Mohammad Hoesni Thamrin pada sisi depan dan  Tari Piring dari Sumatera Barat pada sisi belakang.

 

  1. Pecahan seribu rupiah

Aksesibilitas: 7 pasang garis timbul

Warna: hijau

Desain: Pahlawan nasional Cut Mutia pada sisi depan dan Tari Tifa dari Maluku Tenggara pada sisi belakang.

 

  1. Uang logam

Selain uang kertas, BI juga menerbitkan 4 pecahan uang logam, yaitu pecahan seribu rupiah, lima ratus rupiah, dua ratus rupiah, dan  seratus rupiah.  Dari segi aksesibilitas, sebagai berikut:

  • Pecahan Seribu rupiah: tekstur logam lebih halus dibandingkan 3 pecahan uang logam lainnya, namun bahan logam lebih berat dibandingkan 3 pecahan uang logam lainnya. Ukurannya lebih kecil daripada lima ratus rupiah dan dua ratus rupiah, tetapi lebih besar daripada seratus rupiah. Desain yang ditampilkan, yaitu I Gusti Ketut Pudja.
  • Pecahan Lima ratus rupiah: tekstur logam kasar dan bahan logam ringan. Ukurannya paling besar dibandingkan pecahan uang logam lainnya, serta memiliki tekstur gerigi pada tepian lingkaran logam.  Desain yang ditampilkan, yaitu  Letjen TNI TB. Simatupang.
  • Pecahan dua ratus rupiah: tekstur logam kasar dan bahan logam ringan. Ukurannya lebih kecil dari pecahan uang logam lima ratus rupiah, lebih besar dari pecahan uang logam seribu rupiah dan seratus rupiah. Desain yang ditampilkan, yaitu Dr. Cipto Mangunkusumo.
  • Pecahan seratus rupiah: Tekstur logam kasar dan bahan logam ringan. ukuran logam paling kecil di antara pecahan uang logam lainnya. Desain yang ditampilkan, yaitu Prof. Dr. Herman Johanes, yang merupakan Rektor Universitas Gajah Mada (UGM) pada 1961-1966. *
Baca Juga:  Pendaftaran Sosialisasi dan Pelatihan Penggunaan Buku Elektronik (E-Pub) untuk Tunanetra di Wilayah Bandung

 

 

Humas DPP Pertuni

Bagikan ke yang lain

About Author

Back to top