Kawan Pertuni, tentunya kamu tahu bahwa penyandang disabilitas di Indonesia masih perlu banyak berjuang untuk memperoleh kesetaraan hak dalam berbagai bidang. Mulai dari penolakan di sekolah umum atau universitas, terbatasnya fasilitas umum yang aksesibel, atau sulitnya memperoleh pekerjaan, masih menjadi permasalahan yang kerap dialami penyandang disabilitas di tanah air. Perjuangan untuk mewujudkan masyarakat yang inklusif tentunya memerlukan peran serta banyak pihak, termasuk generasi muda tunanetra. Jangan sampai, kita sebagai generasi muda kalah semangat dari generasi yang lebih senior. Nah, ada lho seorang tokoh senior yang sampai saat ini masih terus aktif memperjuangkan kesetaraan hak penyandang disabilitas di Indonesia. Salah satunya, Ariani Soekanwo yang juga merupakan pendiri Pertuni.
Ariani Soekanwo menjadi seorang tunanetra sejak usianya menginjak 6 tahun. Akan tetapi, kondisi yang dialaminya ttak mampu menghentikan langkahnya dalam menjalani hidup. Dengan semangat yang dimilikinya, wanita kelahiran Batu, 30 Desember 1945 ini mampu menempuh pendidikan di sekolah reguler sampai masuk di salah satu universitas ternama di Indonesia. Semua pencapaian ini tentu saja tak lepas dari dukungan penuh keluarga. Karena dukungan yang diberikan dari keluarganya itulah anak kedua dari empat bersaudara ini mampu melewati segala rintangan yang dihadapinya sebagai seorang tunanetra.
Baca juga: Dear Tunanetra, Lakukan 3 Tips Ini untuk Jalani Pendidikan di Sekolah Reguler!
Semasa mudanya, Ariani dikenal sebagai pribadi yang aktif dan mandiri. Bukan hanya menjalani pendidikan di Universitas Gajah Mada jurusan Antropologi, namun ia juga melibatkan diri mengikuti beberapa kegiatan organisasi dan kegiatan sosial. Salah satunya, mengajar di Yayasan Kesejahteraan Tunanetra Islam (Yaketunis) Yogyakarta. Siapa sangka, keaktifannya inilah yang kemudian mengantarkan dirinya untuk bertemu para pendiri Pertuni lainnya.
Bersama tiga orang tokoh tunanetra lainnya, yaitu zaki Mubaraq, Ali Parto Koesomo, dan Frans Hasrana Sastraningrat, Ariani pun turut bersepakat mendirikan Pertuni pada 26 Januari 1966. Program awal dari Pertuni adalah menghimpun tunanetra dan mengupayakan agar tunanetra mendapatkan pendidikan yang baik. Namun, keempat tokoh pendiri Pertuni ini ternyata mempunyai mimpi yang lebih besar lagi. Mereka ingin mendirikan organisasi tunanetra yang me-nasional, sehingga dapat menjadi wadah bagi tunanetra di seluruh Indonesia. Seiring berjalannya waktu, keinginan itu pun terwujud. Kini, Pertuni telah hadir di 34 provinsi dan ratusan kabupaten kota di seluruh Indonesia.
Baca juga: 4 Manfaat Menguasai Komputer Bicara Bagi Tunanetra Pengurus Organisasi
Berpindahnya sekertariat Pertuni Ke Jakarta, membuat Ariani tak lagi bisa aktif mengikuti kegiatan Pertuni karena ia tengah menyelesaikan studinya di UGM. Namun, ia masih tetap mengikuti kegiatan organisasi dan sosial di tempatnya berkuliah. Dari kegiatan sosial itulah ia bertemu Abdul Muin yang kemudian menikahinya di tahun 1972. Setelah menikah, Ariani berpindah-pindah kota mengikuti tempat suaminya bekerja. Sampai pada akhirnya di tahun 1992, ia dan keluarganya pindah ke Jakarta.
Meski saat itu Pertuni sudah semakin berkembang di bawah kepemimpinan H. Soerodjo, Ariani menyadari bahwa Pertuni adalah organisasi yang mewadahi satu ragam disabilitas, yaitu tunanetra. Karena itulah, Ariani merasa perlu menghimpun penyandang disabilitas lainnya untuk bersama-sama berjuang. Nah, sejak saat itulah bersama beberapa disabilitas lainnya, Ariani mendirikan sejumlah organisasi. Mulai dari Himpunan Wanita Penyandang Cacad Indonesia (HWPCI), Pusat Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca), dan Gerakan Aksesibilitas Umum Nasional (GAUN).
Ariani Soekanwo sudah membuktikan, bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari segalanya. Sampai usianya yang tak lagi muda, beliau pun tetap tak kenal lelah untuk memperjuangkan hak-hak disabilitas. Nah Kawan Pertuni, kita sebagai generasi muda tentunya tak boleh kalah semangat dengan para generasi senior. Maka dari itu, ayo lebih aktif lagi melibatkan diri dalam memperjuangkan hak-hak disabilitas!
*Adinda Luna Maharani
Kontributor Jakarta