Anggaran Rumah Tangga Persatuan Tunanetra Indonesia (ART-Pertuni)

KETETAPAN MUNAS X PERTUNI TAHUN 2024

NOMOR : III/TAP/MUNAS-X/PERTUNI/2024

TENTANG

AMANDEMEN ANGGARAN DASAR DAN

ANGGARAN RUMAH TANGGA PERTUNI 2024

 

 

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Yang dimaksud dengan:

  1. Pertuni sebagai organisasi kemasyarakatan adalah organisasi yang didirikan dan dibentuk oleh masyarakat tunanetra secara sukarela berdasarkan kesamaan aspirasi, kehendak, kebutuhan, kepentingan, kegiatan dan tujuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan demi tercapainya tujuan negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila.
  2. Tunanetra adalah :
    1. mereka yang tidak memiliki penglihatan sama sekali (buta total);
    2. mereka yang masih bisa mempersepsikan cahaya atau light perception (buta total);
    3. mereka yang masih memiliki sisa penglihatan tetapi tidak mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal dan dari jarak normal meskipun dibantu dengan kaca mata (lemah penglihatan atau low vision).

 

  1. orang awas adalah orang yang mampu menggunakan penglihatannya untuk membaca tulisan biasa berukuran 12 point dalam keadaan cahaya normal dan dari jarak normal dengan atau tanpa bantuan kaca
  2. kemitraan adalah kesepakatan untuk menjalin hubungan kerjasama antara Pertuni dengan pihak-pihak lain yang memiliki tujuan yang sama dan saling menguntungkan tanpa mencampuri urusan internal masing-masing.
  3. peraturan organisasi adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur hal-hal yang tidak atau belum cukup diatur di dalam Anggaran Dasar ataupun Anggaran Rumah Tangga.
  4. departemen adalah unit operasional DPP yang berada di bawah koordinasi Ketua bidang terkait, yang mengurusi pelaksanaan program tertentu di tingkat Pusat, dan dipimpin oleh seorang Ketua
  5. biro adalah unit operasional DPD yang mengurusi pelaksanaan program tertentu di tingkat Provinsi, dan dipimpin oleh seorang Ketua
  6. seksi adalah unit operasional DPC yang mengurusi pelaksanaan program tertentu di tingkat Kabupaten/Kota, dan dipimpin oleh seorang Ketua Seksi.
  7. Panitia adalah sekelompok orang yang diberi tugas khusus untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
  8. Tim khusus adalah sekelompok orang yang diberi tugas untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan khusus, seperti kegiatan proyek, dan/atau kegiatan dari sebuah kerjasama.
  9. unit kerja adalah sebuah kelompok kerja dengan tugas tertentu dan dipimpin oleh seorang koordinator.
  10. unit usaha adalah sebuah kelompok yang dibentuk dengan tugas membangun usaha guna mengembangkan kekayaan organisasi dan dipimpin oleh seorang Ketua Unit.

 

  1. dana abadi adalah dana yang tersimpan dalam bentuk deposito yang dapat digunakan sebagai penopang kegiatan-kegiatan organisasi.
  2. pejabat definitif adalah pejabat yang ditetapkan melalui Munas, Musda dan Muscab.
  3. penjabat adalah pelaksana tugas yang bersifat sementara dalam struktur organisasi Pertuni sebelum pejabat yang definitive.
  4. Pelaksana tugas disingkat PLT adalah pejabat dalam struktur Pertuni yang menempati posisi jabatan yang bersifat sementara, karena pejabat sebelumnya berhalangan atau terkena peraturan hukum, sehingga tidak dapat melanjutkan jabatan itu.
  5. kolektif kolegial adalah penunjukan kepada individu yang sudah sangat dikenal dengan memperhatikan kapasitas dan kemampuannya.
  6. Diskriminasi adalah setiap pembedaan, pengecualian, pembatasan, pelecehan, atau pengucilan atas dasar disabilitas, termasuk
  7. Kesamaan Kesempatan adalah keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses kepada Penyandang Disabilitas, termasuk Tunanetra untuk menyalurkan potensi dalam segala aspek penyelenggaraan kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
  8. Penghormatan adalah sikap menghargai atau menerima keberadaan Penyandang Disabilitas, termasuk Tunanetra dengan segala hak yang melekat tanpa berkurang.
  9. Pelindungan adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi, mengayomi, dan memperkuat hak Penyandang Disabilitas, termasuk Tunanetra.
  10. Pemenuhan adalah upaya yang dilakukan untuk memenuhi, melaksanakan, dan mewujudkan hak Penyandang Disabilitas, termasuk
  11. Pemberdayaan adalah upaya untuk menguatkan keberadaan Penyandang Disabilitas, termasuk Tunanetra dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi sehingga mampu tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok yang tangguh dan mandiri.

 

 

BAB II ASAS, LANDASAN, CIRI DAN SIFAT

 

Pasal 2

Yang dimaksud dengan Pertuni berasaskan Pancasila sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar Pasal 4 Ayat (1), adalah dijadikannya nilai-nilai Pancasila sebagai pedoman dan prinsip dalam menjalankan organisasi Pertuni.

 

Pasal 3

Yang dimaksud dengan Pertuni berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar Pasal 4 Ayat (2), adalah menjadikan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai sumber hukum utama dalam memperjuangkan kemajuan organisasi Pertuni serta kecerdasan, kemandirian, dan kesejahteraan penyandang tunanetra dalam wilayah negara kesatuan Republik Indonesia.

 

Pasal 4

Yang dimaksud dengan upaya advokasi sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar Pasal 4 Ayat (3), adalah penyadaran masyarakat dan pemerintah, dialog, konsultasi dan lobi dengan pemerintah dan/atau pemangku peran, pemberian rekomendasi, serta bimbingan teknis demi terwujudnya penghormatan, pelindungan, pemenuhan dan pemajuan hak-hak asasi penyandang tunanetra sebagai warga negara.

 

Pasal 5

Sifat Pertuni sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar Pasal 4 Ayat (4), adalah:

 

  1. Sukarela berarti tanpa paksaan dan tidak mengikat;
  2. Mandiri berarti bebas, tidak tergantung pada pihak manapun;
  3. Nirlaba berarti organisasi yang tidak mengutamakan keuntungan atau non profit organization;
  4. Demokratis berarti mengutamakan kepentingan organisasi dan anggota diatas kepentingan pribadi atau golongan.

 

 

 

BAB III TUJUAN, VISI, dan MISI

Pasal 6

Tujuan Pertuni sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 5, merupakan arah perjuangan organisasi untuk mendorong terwujudnya keadaan yang kondusif bagi setiap penyandang tunanetra agar dapat hidup mandiri dan sejahtera, terampil dan kreatif, cerdas dan produktif, serta dapat berpartisipasi penuh dalam seluruh aspek kehidupan tanpa diskriminasi.

Pasal 7

Visi Pertuni sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 6, merupakan harapan, cita-cita dan semangat organisasi untuk memperjuangkan terwujudnya masyarakat inklusif di mana penyandang tunanetra dapat berpartisipasi penuh dalam berbagai aspek kehidupan dan penghidupan bersama anggota masyarakat pada umumnya atas dasar kesetaraan.

Pasal 8

Misi Pertuni sebagaimana disebutkan pada pasal 7, merupakan gagasan, pemikiran, langkah dan upaya nyata, terencana, sistematis, dan berkesinambungan yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan visi organisasi.

 

 

BAB IV KEANGGOTAAN

 

 

Pasal 9

Berdasarkan Anggaran Dasar pasal 9 tentang Keanggotaan Pertuni, dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. anggota pemula adalah tunanetra Warga Negara Indonesia yang berusia kurang dari 17 (tujuh belas) tahun dan belum menikah;
  2. anggota biasa adalah tunanetra Warga Negara Indonesia yang berusia sekurang-kurangnya 17 tahun dan/atau sudah menikah;
  3. anggota mitra  bakti  adalah  orang  awas  yang  berusia sekurang-kurangnya 17 (tujuh belas) tahun;
  4. anggota kehormatan/ Pembina adalah tokoh masyarakat yang dinilai telah menunjukkan dukungan, kontribusi, dan/atau jasa di bidang

 

Pasal 10

Syarat syarat Keanggotaan Pertuni sebagai berikut:

  1. Syarat menjadi anggota pemula adalah mendaftarkan diri atau didaftarkan melalui DPP, DPD, atau DPC dengan menunjukkan identitas diri seperti akta kelahiran, kartu keluarga, kartu pelajar atau surat keterangan lainnya;
  2. Syarat menjadi anggota biasa:
    1. Mendaftarkan diri sebagai anggota biasa dengan mengisi formulir pendaftaran pada DPC;
    2. Melampirkan fotokopi KTP atau identitas
  3. Syarat menjadi anggota mitra bakti:
    1. Mendaftarkan diri sebagai anggota mitra bakti pada DPP, DPD, atau DPC, sesuai dengan tempat pengabdiannya.
    2. Keanggotaan sebagaimana disebutkan pada huruf c angka 1 di atas, dinyatakan dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh:
      1. Ketua Umum untuk tingkat pusat;
      2. Ketua Daerah untuk Tingkat provinsi;
      3. Ketua Cabang untuk Tingkat kabupaten/kota.
    3. Syarat menjadi anggota kehormatan/ Pembina:
      1. Telah menunjukkan dukungan, kontribusi, dan/atau jasa dalam upaya penghormatan, pelindungan, dan pemenuhan hak-hak tunanetra, baik di tingkat pusat, provinsi, ataupun kabupaten/kota;
      2. Mendaftarkan atau didaftarkan oleh DPP, DPD, atau DPC, sesuai dengan tempat pengabdiannya;
      3. Keanggotaan sebagaimana dimaksud pada huruf d angka 1 dan 2 diatas, dinyatakan dengan Surat Keputusan yang dikeluarkan oleh:
        1. Ketua Umum untuk tingkat Pusat;
        2. Ketua Daerah untuk tingkat Provinsi;
        3. Ketua Cabang untuk tingkat Kabupaten/

 

Pasal 11

Anggota Pertuni berkewajiban:

  1. mematuhi segala ketetapan dan peraturan Organisasi;
  2. menjunjung tinggi kehormatan Organisasi;
  3. berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan

 

Pasal 12

  • Anggota Pemula berhak:
    1. memperoleh bimbingan dan binaan dalam persiapan menjadi anggota biasa;
    2. memperoleh pendampingan, pembelaan dan perlindungan terhadap perlakuan diskriminatif yang dilakukan oleh berbagai
  • Anggota biasa berhak:
    1. memilih dan dipilih;
    2. memperoleh prioritas menikmati hasil-hasil perjuangan Organisasi;
    3. memperoleh pendampingan, pembelaan dan perlindungan terhadap perlakuan diskriminasi yang dilakukan oleh berbagai pihak;
    4. melakukan pembelaan diri bila diberhentikan dari
  • Setiap anggota mitra bakti berhak:
    1. memilih;
    2. Memberikan saran dan pendapat;
    3. menikmati hasil-hasil perjuangan Organisasi;
    4. memangku jabatan-jabatan kepengurusan non-inti yang jumlahnya tidak lebih dari sepertiga jumlah keseluruhan anggota pengurus.
  • Anggota kehormatan/pembina berhak:
    1. menghadiri kegiatan-kegiatan Organisasi;
    2. memberikan saran dan pendapat;
    3. mendapatkan laporan tentang perkembangan

 

Pasal 13

Anggota Pemula, Anggota biasa, mitra bakti dan anggota kehormatan/ pembina kehilangan status keanggotaannya karena:

  1. permintaan sendiri yang diajukan secara tertulis;
  2. tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai anggota dan/atau mencemarkan nama baik Organisasi;
  3. meninggal

 

Pasal 14

  • Kartu Tanda Anggota Pertuni (KTAP) dapat berbentuk manual dan
  • Anggota Pemula dan Anggota Biasa berhak untuk mendapatkan dan memiliki KTAP.
  • Anggota Mitra Bakti tidak dapat memiliki KTAP, karena keaktifannya sebagai anggota, dinyatakan dengan Surat Keputusan Ketua Dewan

 

  • Anggota Kehormatan/Pembina tidak dapat memiliki KTAP, karena keaktifannya sebagai anggota, dinyatakan dengan Surat Keputusan Ketua Dewan Pengurus.
  • Nomor KTAP terdiri dari nomor urut Pertuni Daerah, nomor urut Pertuni Cabang, nomor anggota, dan jenis keanggotaan, dengan kode keanggotaan yang terdiri dari huruf AP untuk anggota pemula dan huruf AB untuk anggota biasa.
  • Nomor urut Pertuni Daerah dan Pertuni Cabang dapat dilihat dari daftar Provinsi dan Kabupaten/ Kota pada situs web Pertuni atau panduan yang dikeluarkan resmi oleh DPP.
  • Contoh Format Penulisan Nomor KTAP yaitu 02.03.0001.AB (02 menunjukkan nomor urut Pertuni DIY, 03 menunjukkan nomor urut Pertuni Cabang Kota Yogyakarta, 0001 menunjukkan nomor urut anggota, dan huruf AB menunjukkan anggota biasa).
  • Nomor keanggotaan Pertuni bersifat baku, akumulatif, dan tidak akan terpengaruh dengan perubahan Pengurus pada organisasi.
  • Jika terjadi kehilangan status keanggotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 diatas, maka nomor keanggotaan yang bersangkutan tidak dapat digantikan tetapi cukup diberikan keterangan.

 

 

 

BAB V HUBUNGAN KERJA ANTARA STRUKTUR ORGANISASI DALAM PERTUNI

 

Pasal 15

  • Struktur organisasi Pertuni sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 10, adalah 2 (dua) badan internal Pertuni yang dapat saling menopang dan mendukung.
  • Struktur organisasi yang bersifat vertikal sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 10 ayat (2), adalah badan eksekutif yang menjalankan sistem kepengurusan berjenjang mulai dari Dewan Pengurus Pusat (DPP) di tingkat nasional, Dewan Pengurus Daerah (DPD) di tingkat provinsi, dan Dewan Pengurus Cabang (DPC) di tingkat kabupaten/kota.
  • Struktur organisasi yang bersifat horizontal sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 10 ayat (3), adalah badan pengawas yang memiliki fungsi dan tanggung jawab di bidang pengawasan, penganggaran (budgeting), legislasi, konsultatif, penasehat dan korektif terhadap kinerja Dewan Pengurus.
  • Dewan Pengawas Pusat (Dewaspus), Dewan Pengawas Daerah (Dewasda), dan Dewan Pengawas Cabang (DPC) sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 10 ayat (4), tidak memiliki hubungan kerja masing-masing.
  • Tidak dibenarkan adanya rangkap jabatan secara silang dalam Pertuni, seperti Ketua dan Anggota dewan Pengurus yang tidak boleh menjabat sebagai Ketua dan Anggota Dewan Pengawas, begitu pula

 

 

 Pasal 16

 

Pembentukkan Pertuni Daerah sebagaimana dimaksud pada Anggaran Dasar pasal 11, dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Pertuni Daerah dibentuk oleh DPP dengan Surat Keputusan Ketua
  2. Pertuni Daerah dapat dibentuk secara definitive melalui penyelenggaraan Musda apabila di Provinsi yang bersangkutan sudah terbentuk sekurang- kurangnya dua Pertuni Cabang.
  3. Sebelum Musda dapat terlaksana, Pertuni Daerah yang baru terbentuk tersebut dipimpin oleh Penjabat Ketua Daerah yang diangkat dengan Surat Keputusan Ketua Umum.
  4. Penjabat Ketua Daerah mempunyai wewenang:
    1. Mengukuhkan Ketua Cabang definitif di wilayahnya;
    2. Membentuk Pertuni Cabang di wilayahnya;
    3. Mengangkat Penjabat Ketua
  5. Tugas utama Penjabat Ketua Daerah adalah menyelenggarakan Musda

 

Pasal 17

  1. Pertuni Kabupaten/Kota dapat dibentuk oleh:
    1. DPD dengan Surat Keputusan Ketua Daerah;
    2. Penjabat Ketua Daerah dengan Surat Keputusan Penjabat Ketua Daerah;
    3. DPP dengan Surat Keputusan Ketua Umum apabila karena suatu sebab di Provinsi yang bersangkutan belum terbentuk Pertuni
  2. Pertuni Cabang dapat dibentuk apabila di kabupaten/kota yang bersangkutan terdapat sekurang-kurangnya tiga orang tunanetra.
  3. Sebelum Muscab dapat dilaksanakan, Pertuni Cabang yang baru terbentuk itu dipimpin oleh Penjabat Ketua Cabang.
  4. Muscab pertama dapat dilaksanakan apabila di Pertuni Cabang yang bersangkutan telah terdapat sekurang-kurangnya 10 orang tunanetra.

 

 

 

Bab VI KEPENGURUSAN

Pasal 18

Sekretaris Umum sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 12 Ayat (1) huruf b, memiliki tanggung jawab dalam bidang kesekretariatan umum yang mencakup:

 

  1. kegiatan-kegiatan di bidang kesekretariatan yang meliputi: administrasi, kerumahtanggaan, dan protokoler organisasi;
  2. penyelenggaraan rapat-rapat DPP dan rapat gabungan di Tingkat pusat;
  3. menyusun Laporan semester dan tahunan;
  4. Dalam hal Sekretaris Umum menyusun laporan kegiatan semester dan laporan kegiatan tahunan, disampaikan ke DPD dan DPC;
  5. pengelolaan arsip dan dokumentasi;
  6. pembinaan DPD dan DPC dalam bidang

 

 

Pasal 19

Bendahara Umum sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 12 Ayat (1) huruf c, bertanggung jawab dalam bidang keuangan dan kekayaan Organisasi yang mencakup kegiatan:

  1. penyelenggaraan tertib administrasi keuangan di tingkat pusat;
  2. penyelenggaraan inventarisasi kekayaan DPP yang meliputi rincian data mengenai ciri-ciri, jenis, jumlah, nilai, penyusutan nilai, tempat kedudukan dan semacamnya;
  3. penyusunan Rencana anggaran pendapatan dan belanja tahunan yang dikaitkan dengan program kerja tahunan Pertuni Pusat;
  4. pengendalian kegiatan penggalian dana dan penggunaannya sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja Organisasi yang ditetapkan;
  5. pengelolaan dan/atau pendayagunaan aset-aset organisasi untuk kepentingan organisasi;
  6. pembinaan DPD dan DPC dalam bidang

 

Pasal 20

Ketua I dalam kepengurusan DPP sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 12 Ayat (1) huruf d, bertanggung jawab atas kegiatan di bidang hukum, advokasi, dan kemitraan yang meliputi:

  1. hukum dan perundang-undangan;
  2. advokasi dan HAM;
  3. kerjasama dengan Pemerintah dan lembaga Negara;
  4. kerjasama dengan organisasi sosial politik, organisasi kemasyarakatan, badan-badan/organisasi-organisasi sosial di tingkat pusat dan daerah;
  5. menjalin hubungan dan kerjasama dengan lembaga serta organisasi sosial di tingkat Internasional;

 

Pasal 21

Ketua II dalam kepengurusan DPP sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 12 Ayat (1) huruf e, bertanggung jawab atas kegiatan di bidang keorganisasian yang meliputi:

  1. pemberdayaan organisasi dan sumber daya kepemimpinan di tingkat Provinsi serta Kabupaten/Kota;
  2. pemberdayaan pemuda, mahasiswa, dan pelajar;
  3. pemberdayaan perempuan dan perlindungan
  4. pelatihan dan kaderisasi

 

Pasal 22

Ketua III dalam kepengurusan DPP sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 12 Ayat (1) huruf f, bertanggung jawab atas kegiatan pemberdayaan manusia dan kebudayaan yang meliputi:

  1. pendidikan formal dan non formal;
  2. habilitasi dan rehabilitasi;
  3. ketenagakerjaan dan kewirausahaan;
  4. kesehatan dan kesejahteraan keluarga;
  5. koperasi dan usaha-usaha ekonomi lainnya;
  6. kesenian, olahraga dan rekreasi;
  7. pembinaan mental dan

 

Pasal 23

Ketua IV dalam kepengurusan DPP sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 12 Ayat (1) huruf g, bertanggung jawab atas kegiatan penelitian, pengembangan, dan hubungan masyarakat yang meliputi:

  1. penelitian dan pengembangan;
  2. perencanaan dan pengembangan program Organisasi;
  3. diversifikasi alat bantu tunanetra;
  4. hubungan

 

Pasal 24

Persyaratan dan Prosedur pencalonan Ketua Umum sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 13 Ayat (1), dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Persyaratan
    1. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya selama 7 (tujuh)
    2. Memiliki pengalaman sebagai anggota DPP/Dewaspus, anggota DPD/Dewasda, dan/atau anggota DPC/Dewascab.
    3. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
    4. Berpendidikan sekurang-kurangnya pendidikan S1 atau Strata
    5. Dapat berbahasa Indonesia dengan
    6. Dapat membaca dan menulis Braille atau tulisan besar (bagi yang berpenglihatan lemah) atau dapat menggunakan komputer untuk keperluan membaca dan menulis.
    7. Belum pernah melakukan pelanggaran hukum yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atau Surat Keterangan dari instansi lain yang berwenang.
    8. Belum pernah tercemar namanya secara moral dalam kegiatan dan/atau pengelolaan organisasi Pertuni, yang diantaranya:
      1. Penyalahgunaan keuangan organisasi Pertuni;
      2. Pernah melanggar ketentuan AD-ART Pertuni;
      3. Pernah melakukan kekerasan dan / atau perbuatan asusila di lingkup dan dalam kegiatan Pertuni.
    9. Tidak sedang menjabat, baik jabatan yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni.
    10. Dalam hal calon terpilih sebagai Ketua Umum Pertuni dan ternyata memegang jabatan, baik yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya pada organisasi lain tersebut.
    11. Dalam hal calon terpilih sebagai Ketua Umum Pertuni dan ternyata memegang jabatan sebagai Ketua Daerah, Ketua Cabang, Ketua Dewasda, Ketua Dewascab, dewan Pengurus atau Dewan Pengawas dalam organisasi Pertuni, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya tersebut.
    12. Ketua Umum tidak dapat merangkap jabatan pada Dewan Pengurus, baik DPD maupun DPC, karena secara vertical, DPD dan DPC berada di bawah garis komando DPP.
    13. Dalam hal Ketua Umum berdomisili di luar Provinsi DKJ dan/atau wilayah IKN, calon Ketua Umum harus mempunyai akses ke komputer dan Internet untuk memudahkan komunikasi.

 

  1. Prosedur
    1. Bakal calon Ketua Umum diusulkan oleh DPC kepada Panitia Pengarah Munas.
    2. Usulan bakal calon Ketua Umum oleh DPC dilakukan dengan cara:
      1. Ketua Cabang/Penjabat/Pelaksana Tugas Ketua Cabang mengisi dan menandatangani formulir usulan bakal calon Ketua Umum yang telah disiapkan oleh Panitia Pengarah Munas;
      2. Melampirkan Surat Keputusan Pengukuhan/ Pengangkatan/ Perpanjangan Masa Jabatan dari Ketua Daerah/ Penjabat/Pelaksana Tugas Ketua Daerah.
    3. Penetapan bakal calon Ketua Umum oleh DPC dikoordinir dan disupervisi oleh Ketua Daerah.
    4. Setiap DPC dapat mengusulkan 1 (satu) nama bakal calon Ketua
    5. Seorang bakal calon Ketua Umum dapat diajukan oleh Panitia Pengarah Munas sebagai calon Ketua Umum jika dia:
      1. didukung oleh sekurang-kurangnya sepuluh DPC pengusul;
      2. 10 (sepuluh) DPC pengusul sebagaimana disebutkan pada huruf a di atas, dapat berasal dari Pertuni Daerah yang sama, dapat pula berasal dari Pertuni Daerah yang berbeda;
      3. seorang bakal calon yang didukung oleh DPC dari dua Pertuni Daerah atau lebih, lebih tinggi perhitungan kualitasnya dibandingkan dengan seorang bakal calon yang didukung oleh DPC yang berasal dari hanya satu Pertuni Daerah yang sama;
      4. memenuhi persyaratan calon Ketua Umum;
      5. telah menandatangani formulir kesediaan untuk dicalonkan sebagai Ketua Umum;
      6. apabila waktu pengusulan bakal calon Ketua Umum telah berakhir dan tidak ada yang memenuhi syarat minimal jumlah dukungan pengusul, DPP dapat menetapkan 2 (dua) nama bakal calon Ketua Umum yang disampaikan kepada Panitia Pengarah Munas selambat-lambatnya 30 hari sebelum pelaksanaan Munas.
    6. Berdasarkan perhitungan kualitas dukungan DPC sebagaimana disebutkan pada angka 5 huruf a hingga huruf e di atas, Panitia Pengarah Munas menetapkan sebanyak-banyaknya 5 (lima) bakal calon untuk ditetapkan sebagai calon Ketua Umum Pertuni.
    7. Semua bakal calon Ketua Umum disahkan menjadi calon Ketua Umum pada Sidang Paripurna I Munas.
    8. Dalam hal bakal calon Ketua Umum bukan berasal dari peserta Munas, kehadirannya di Munas bukan menjadi tanggung jawab DPP atau Panitia Munas.
    9. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Umum diatur dalam Tata-tertib Munas.

 

Pasal 25

Selain fungsi dan wewenang Ketua Umum sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 14, Ketua Umum juga dapat:

  1. mengangkat dan memberhentikan:
    1. Personalia DPP;
    2. Penjabat Ketua Daerah dan atau Penjabat Ketua Cabang apabila karena suatu sebab di provinsi yang bersangkutan belum terbentuk Pertuni Daerah.
    3. Personalia non struktural DPP;
    4. Karyawan di lingkup DPP;
    5. Pimpinan unit-unit kerja dan unit-unit usaha Organisasi tingkat pusat;
    6. Personalia berbagai kepanitiaan tingkat pusat;
    7. Anggota Mitra Bakti DPP Pertuni;
    8. Anggota Kehormatan/Pembina.
  2. membentuk:
    1. Kelengkapan struktur DPP;
    2. Pertuni Daerah dan/ atau Pertuni Cabang apabila karena suatu sebab di provinsi yang bersangkutan belum terbentuk Pertuni Daerah;
    3. Unit-unit kerja dan unit-unit usaha Organisasi tingkat pusat;
    4. Kepanitiaan tingkat
    5. Selambat-lambatnya satu bulan sesudah ditetapkan, Ketua Umum sudah membentuk sekurang-kurangnya pengurus inti DPP dan menyampaikannya kepada:
      1. internal organisasi dari tingkat pusat sampai cabang dan Dewaspus;
      2. eksternal organisasi meliputi instansi pemerintah dan non pemerintah terkait.
    6. Ketua Umum menghadiri Musda sebagai narasumber, serta melantik Ketua Daerah dan Ketua Dewasda yang terpilih dalam Musda yang dihadirinya tersebut;
    7. Ketua Umum mengukuhkan Ketua Daerah dan Ketua Dewasda yang dipilih dan ditetapkan dalam Musda yang sah;
    8. Selambat-lambatnya satu bulan sesudah ditetapkan, Ketua Umum membuat surat pernyataan pengunduran diri dari semua jabatannya di berbagai jenjang kepengurusan dalam organisasi Pertuni dan menyampaikannya ke seluruh Pertuni Daerah dan Cabang, termasuk mempublikasikannya di berbagai social media milik Pertuni.
    9. Ketua Umum menjabarkan Garis Besar Program Pertuni menjadi program tahunan DPP;
    10. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan eksekutif, Ketua Umum:
  3. Bersama Dewaspus, menetapkan peraturan-peraturan Organisasi sesuai dengan kebutuhan;
  4. Bersama Dewaspus, Memberi pedoman, petunjuk, pengarahan, dan mengkoordinasi pelaksanaan tugas para pejabat dan karyawan DPP;
  5. Merintis terbukanya sektor-sektor kegiatan

 

Pasal 26

  • Apabila Ketua Umum berhalangan “sementara” untuk melaksanakan tugas-tugas rutinnya, maka wewenang dan tanggung jawabnya dilimpahkan kepada salah seorang pengurus Inti yang ditunjuk oleh Ketua Umum dengan sepengetahuan Dewaspus.
  • Dalam keadaan darurat dimana Ketua Umum tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya “secara tetap”, maka Rapat Gabungan Tingkat Pusat menetapkan salah satu pengurus inti sebagai Pelaksana Tugas Ketua Umum yang berkewajiban meneruskan tugas dan tanggung jawab Ketua Umum hingga Munas berikutnya.
  • Dalam keadaan tertentu di mana Ketua Umum dianggap tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya, pemberhentiannya dilakukan dalam Rapat Gabungan tingkat Pusat dengan prosedur:
    1. penjabaran masalah
    2. pernyataan pembelaan dari Ketua
  • Rapat Gabungan untuk menetapkan ketidaklayakan Ketua Umum melanjutkan jabatannya harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya 75 (tujuh puluh lima) persen dari jumlah anggota Rapat Gabungan.
  • Ketua Umum dapat ditetapkan sebagai tidak layak melanjutkan jabatannya hingga akhir masa baktinya apabila sekurang-kurangnya 75 (tujuh puluh lima) persen dari anggota Rapat Gabungan yang hadir sepakat tentang ketidaklayakan tersebut.
  • Ketua Umum dapat dinyatakan sebagai tidak layak melanjutkan jabatannya apabila memenuhi salah satu dari kriteria berikut:
    1. terbukti tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai Ketua Umum tanpa alasan yang dapat diterima dan tanpa pendelegasian wewenangnya selama enam bulan berturut-turut;
    2. terbukti melakukan perbuatan yang merugikan Pertuni dan/atau mencemarkan nama baik Pertuni.
  • Penetapan pemberhentian ketua umum dilakukan dengan prosedur :
    1. penjabaran masalah yang dipimpin oleh Ketua Dewaspus
    2. pernyataan pembelaan dari Ketua Umum
    3. pembacaan surat Keputusan pemberhentian Ketua Umum oleh Ketua Dewaspus
  • Ketentuan sebagaimana disebutkan dalam pasal ini, berlaku secara mutatis mutandis bagi Ketua Daerah dan Ketua Cabang (dengan penyesuaian seperlunya).

 

Pasal 27

Sekretaris Daerah sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 15 Ayat (1) Huruf b, bertanggung jawab dalam bidang kesekretariatan umum tingkat Provinsi yang mencakup:

  1. kegiatan-kegiatan di bidang kesekretariatan yang meliputi: administrasi, kerumahtanggaan dan protokoler organisasi;
  2. penyelenggaraan rapat-rapat DPD dan rapat gabungan Provinsi;
  3. menyusun Laporan semester dan tahunan DPD;
  4. Dalam hal Sekretaris Daerah menyusun laporan kegiatan semester dan laporan kegiatan tahunan, disampaikan ke DPP, tembusan DPC;
  5. pengelolaan arsip dan dokumentasi DPD;
  6. Pembinaan DPC di wilayahnya dalam bidang

 

Pasal 28

Bendahara Daerah sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 15 Ayat (1) Huruf c, bertanggung jawab dalam bidang keuangan dan kekayaan organisasi tingkat Provinsi yang mencakup kegiatan:

  1. penyelenggaraan tertib administrasi keuangan di tingkat Provinsi;
  2. penyelenggaraan inventarisasi kekayaan DPD yang meliputi rincian data mengenai ciri-ciri, jenis, jumlah, nilai, penyusutan nilai, tempat kedudukan dan semacamnya;
  3. penyusunan rancangan anggaran pendapatan dan belanja tahunan DPD yang dikaitkan dengan program kerja tahunan DPD;
  4. pengendalian kegiatan penggalian dana dan penggunaannya sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja DPD yang ditetapkan;
  5. pendayagunaan aset-aset DPD untuk menghasilkan dana organisasi;
  6. penyusunan laporan keuangan untuk 1 tahun buku keuangan yang dibuat setiap bulan dari awal tahun sampai akhir tahun berjalan.
  7. pembinaan DPC di wilayahnya dalam bidang

 

Pasal 29

Ketua I DPD sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 15 Ayat (1) Huruf d, bertanggung jawab atas kegiatan di Bidang hukum, advokasi, dan kemitraan yang meliputi :

  1. hukum dan perundang-undangan;
  2. advokasi dan HAM;
  3. kerjasama dengan Pemerintah Daerah di Tingkat provinsi, DPRD provinsi, BUMD, lembaga-lembaga pemberdayaan Masyarakat, dan pihak swasta di Tingkat provinsi;
  4. kerjasama dengan organisasi sosial politik, organisasi kemasyarakatan, dan badan-badan/organisasi-organisasi sosial di tingkat provinsi;
  5. Dalam hal DPD membangun dan menjalin kerjasama dengan pihak-pihak sebagaimana disebutkan pada huruf c dan d di atas untuk Tingkat nasional, harus sepengetahuan dan persetujuan DPP;
  6. menjalin hubungan dan kerjasama dengan Masyarakat, termasuk dengan pengusaha secara individual;
  7. menjalin hubungan dan kerja sama dengan Lembaga serta organisasi

sosial di Tingkat internasional dengan sepengetahuan dan rekomendasi Ketua Umum sebagai perwakilan Pertuni di Tingkat internasional.

 

Pasal 30

Ketua II DPD sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 15 Ayat 1 Huruf e, bertanggung jawab atas kegiatan di Bidang keorganisasian, yang meliputi:

  1. pemberdayaan organisasi dan Sumber Daya Kepemimpinan di tingkat Provinsi serta Kabupaten/Kota;
  2. pemberdayaan pemuda, mahasiswa, dan pelajar;
  3. pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak;
  4. pelatihan dan

 

Pasal 31

Persyaratan dan prosedur pencalonan Ketua Daerah sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 16 Ayat (1), dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Persyaratan
    1. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya selama 5 (lima)
    2. Memiliki pengalaman menjadi Anggota DPP/Dewaspus, Anggota DPD/Dewasda, dan/atau Anggota DPC/Dewascab.
    3. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima)
    4. Berpendidikan sekurang-kurangnya pendidikan SMA atau
    5. Dapat berbahasa Indonesia dengan
    6. Dapat membaca dan menulis Braille atau tulisan besar (bagi yang berpenglihatan lemah) atau dapat menggunakan komputer untuk keperluan membaca dan menulis.
    7. Belum pernah melakukan pelanggaran hukum yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atau Surat Keterangan dari instansi lain yang berwenang.
    8. Belum pernah tercemar namanya secara moral dalam kegiatan dan/atau pengelolaan organisasi Pertuni, yang diantaranya:
      1. Penyalahgunaan keuangan organisasi;
      2. Pernah melanggar ketentuan AD-ART Pertuni;
      3. Pernah melakukan kekerasan dan / atau perbuatan asusila di lingkup dan dalam kegiatan Pertuni;
    9. Tidak sedang menjabat, baik jabatan yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni.
    10. Dalam hal calon terpilih sebagai Ketua Daerah dan ternyata memegang jabatan, baik yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal  pada  organisasi  lain  di  luar  Pertuni, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya pada organisasi lain tersebut.
    11. Dalam hal calon terpilih sebagai Ketua Daerah dan ternyata memegang jabatan sebagai Ketua Cabang/Ketua Dewascab, atau Anggota DPC/Anggota Dewascab, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya tersebut.
    12. Ketua Daerah dapat memegang jabatan sebagai Anggota DPP, tetapi tidak dapat merangkap jabatan sebagai anggota DPC, karena secara vertikal, DPC berada di bawah garis komando DPD.
    13. Dalam keadaan di mana tidak ada anggota Musda yang berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun dan/atau yang berpendidikan sekurang-kurangnya SMA yang dapat/bersedia dicalonkan, maka syarat umur dan pendidikan bagi calon Ketua Daerah dapat diturunkan menjadi berusia 21 (dua puluh satu) tahun dan minimal tamat SMP atau sederajat.
    14. Persyaratan sebagaimana disebutkan pada angka 4 diatas, Sertifikat yang diperoleh dari kegiatan pelatihan, tidak berkedudukan sama dengan ijazah SMA dan yang sederajat.

 

  1. Prosedur:
    1. Bakal calon Ketua Daerah diusulkan oleh DPC kepada Panitia Pengarah Musda.
    2. Setiap DPC hanya dapat mengusulkan 1 (satu) nama bakal Usulan bakal calon Ketua Daerah dilakukan dengan cara:
      1. Ketua Cabang/Penjabat/Pelaksana Tugas Ketua Cabang mengisi dan menandatangani formulir usulan bakal calon Ketua Daerah yang telah disiapkan oleh Panitia Pengarah Musda;
      2. Melampirkan Surat Keputusan Pengukuhan/ Pengangkatan/ Perpanjangan Masa Jabatan dari Ketua Daerah/ Penjabat/Pelaksana Tugas Ketua Daerah.

 

  1. Apabila waktu pengusulan bakal calon Ketua Daerah telah ditutup dan tidak ada bakal calon yang memenuhi syarat minimal jumlah pengusul, DPD dapat menetapkan 2 nama bakal calon Ketua Daerah yang disampaikan kepada Panitia Pengarah selambat-lambatnya 30 hari sebelum pelaksanaan Musda.
  2. Seorang bakal calon Ketua Daerah dapat diajukan oleh Panitia Pengarah Musda sebagai calon Ketua Daerah jika dia:
    1. diusulkan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) pengusul jika Pertuni Daerah yang bersangkutan sudah memiliki minimal 4 (empat) Pertuni Cabang;
    2. diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1 (satu) pengusul jika Pertuni Daerah yang bersangkutan hanya memiliki maksimal 3 (tiga) Pertuni Cabang:
    3. memenuhi persyaratan calon Ketua Daerah;
    4. telah menandatangani formulir kesediaan untuk dicalonkan sebagai Ketua Daerah.
  3. Semua bakal calon Ketua Daerah disahkan menjadi calon Ketua Daerah pada Sidang Paripurna I Musda.
  4. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Daerah diatur dalam Tata-tertib Musda.

 

Pasal 32

Selain fungsi dan wewenang Ketua Daerah sebagaimana tercantum pada pasal 17 Anggaran Dasar, Ketua Daerah juga dapat:

  1. Mengangkat dan memberhentikan:
    1. Personalia DPD;
    2. Pelaksana Tugas (PLT) Ketua Cabang;
    3. Penjabat Ketua Cabang;
    4. Personalia non struktural DPD;
    5. Karyawan di lingkup DPD;
    6. Pimpinan unit-unit kerja dan unit-unit usaha Organisasi tingkat provinsi;
    7. Personalia berbagai kepanitiaan tingkat
    8. Anggota Mitra Bakti DPD Pertuni yang
    9. Anggota Kehormatan/Pembina DPD Pertuni yang

 

  1. Ketua Daerah membentuk:
    1. Kelengkapan struktur DPD;
    2. Pertuni Cabang;
    3. Unit-unit kerja dan unit-unit usaha Organisasi tingkat provinsi;
    4. Kepanitiaan tingkat
    5. Selambat-lambatnya satu bulan sesudah penetapannya, Ketua Daerah sudah membentuk sekurang-kurangnya pengurus inti DPD dan menyampaikannya kepada:
      1. internal organisasi di tingkat Daerah, Cabang, Dewasda, serta memberikan tembusan kepada DPP;
      2. eksternal organisasi yang meliputi instansi pemerintah dan non pemerintah serta pihak-pihak lain yang terkait di tingkat provinsi yang bersangkutan.
    6. Ketua Daerah menghadiri Muscab sebagai narasumber, serta melantik Ketua Cabang dan Ketua Dewascab yang terpilih dalam Muscab yang dihadirinya tersebut;
    7. Ketua Daerah mengukuhkan Ketua Cabang dan Ketua Dewascab yang ditetapkan dalam Muscab;
    8. Ketua Daerah menjabarkan Garis Besar Program Pertuni Daerah menjadi program kerja tahunan DPD.
    9. Dalam menjalankan fungsi kepemimpinan eksekutif, Ketua Daerah:
      1. bersama Dewasda, menetapkan Kebijakan operasional Tingkat Daerah, sesuai dengan kebutuhan Daerah/Provinsi dengan mengacu kepada Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga;
      2. bersama Dewasda, memberi pedoman, petunjuk, pengarahan, dan mengkoordinasi pelaksanaan tugas para pejabat dan staf di lingkup DPD;
      3. merintis terbukanya sektor-sektor kegiatan

 

 

Pasal 33

Dalam hal Ketua Daerah membentuk biro-biro, tugas Ketua Biro ditentukan oleh Ketua Daerah Bersama ketua-ketua bidang yang mengurusi pelaksanaan program-program tertentu di tingkat Provinsi, sebagaimana disebutkan pada pasal 28 dan 29 Anggaran Rumah Tangga ini.

 

Pasal 34

Sekretaris Cabang sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 18 Ayat 1 Huruf b, bertanggung jawab dalam bidang kesekretariatan tingkat Cabang yang mencakup:

  1. kegiatan-kegiatan di bidang kesekretariatan yang meliputi: administrasi, kerumahtanggaan dan protokoler organisasi di tingkat Kabupaten/Kota;
  2. penyelenggaraan rapat-rapat Cabang, rapat gabungan cabang dan rapat anggota;
  3. menyusun Laporan semester dan tahunan DPC;
  4. Dalam hal Sekretaris Cabang menyusun laporan kegiatan semester dan laporan kegiatan tahunan, disampaikan ke DPD, tembusan DPP;
  5. Pengelolaan arsip dan dokumentasi

 

Pasal 35

Bendahara Cabang sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 18 Ayat 1 Huruf c, bertanggung jawab dalam bidang keuangan dan kekayaan organisasi tingkat cabang yang mencakup kegiatan:

  1. penyelenggaraan tertib administrasi keuangan di tingkat kabupaten/kota;
  2. penyelenggaraan inventarisasi kekayaan DPC yang meliputi rincian data mengenai ciri-ciri, jenis, jumlah, nilai, penyusutan nilai, tempat kedudukan dan lain-lain sebagainya;
  3. penyusunan rencana anggaran pendapatan dan belanja tahunan yang dikaitkan dengan program kerja tahunan DPC;
  4. pengendalian kegiatan penggalian dana dan penggunaannya sesuai dengan anggaran pendapatan dan belanja DPC yang ditetapkan;
  5. pendayagunaan aset-aset DPC untuk menghasilkan dana organisasi di tingkat kabupaten/Kota;
  6. Menyusun sekurang-kurangnya laporan keuangan, arus kas, dan catatan keuangan DPC.

 

Pasal 36

Wakil Ketua Cabang sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar pasal 18 ayat 1 huruf d, bertanggung jawab dalam hal membantu Ketua Cabang mengerjakan hal-hal yang ditetapkan dan/atau didelegasikan oleh Ketua Cabang.

 

Pasal 37

Persyaratan dan prosedur pencalonan Ketua Cabang sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 19 Ayat (1) dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Persyaratan
    1. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya selama 3 (tiga)
    2. Memiliki pengalaman menjadi anggota DPP/Dewaspus, anggota DPD/Dewasda, dan/atau anggota DPC/Dewascab.
    3. Berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu)
    4. Berpendidikan sekurang-kurangnya pendidikan SMP atau
    5. Dapat berbahasa Indonesia dengan
    6. Dapat membaca dan menulis Braille atau tulisan besar (bagi yang berpenglihatan lemah) atau dapat menggunakan komputer untuk keperluan membaca dan menulis.
    7. Belum pernah melakukan pelanggaran hukum yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atau Surat Keterangan dari instansi lain yang berwenang.
    8. Belum pernah tercemar namanya secara moral dalam kegiatan dan/atau pengelolaan organisasi Pertuni, yang diantaranya:
      1. Penyalahgunaan keuangan organisasi
      2. Pernah melanggar ketentuan AD-ART Pertuni;
      3. Pernah melakukan kekerasan dan / atau perbuatan asusila di lingkup dan dalam kegiatan Pertuni.
    9. Tidak sedang menjabat jabatan, baik yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni.
    10. Dalam hal calon terpilih sebagai Ketua Cabang dan ternyata memegang jabatan, baik yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya pada organisasi lain tersebut.
    11. Calon atau Ketua Cabang dapat merangkap jabatan sebagai Anggota DPP dan Anggota DPD.
    12. Dalam keadaan di mana tidak ada anggota Muscab yang berusia sekurang-kurangnya 21 tahun dan berpendidikan sekurang-kurangnya SMP, yang dapat/bersedia dicalonkan, maka syarat usia dan Pendidikan dapat diturunkan.
    13. Persyaratan sebagaimana disebutkan pada angka 6 diatas, Sertifikat yang diperoleh dari kegiatan pelatihan, tidak berkedudukan sama dengan ijazah SMP dan yang sederajat.

 

  1. Prosedur
    1. Bakal calon Ketua Cabang diusulkan oleh Anggota Pertuni Cabang kepada Panitia Pengarah Muscab.
    2. Usulan bakal calon Ketua Cabang dilakukan oleh masing-masing Anggota Pertuni Cabang dengan cara:
      1. Pengusul mengisi dan menandatangani formulir usulan bakal calon Ketua Cabang yang telah disiapkan oleh Panitia Pengarah Muscab;
      2. Melampirkan fotocopy KTP, KTAP, atau kartu identitas
    3. Setiap Anggota Pertuni Cabang yang menjadi peserta Muscab, dapat mengusulkan 1 (satu) nama bakal calon Ketua Cabang ke Panitia Pengarah Muscab.
    4. Seorang bakal calon Ketua Cabang dapat diajukan oleh Panitia Pengarah Muscab sebagai calon Ketua Cabang jika dia:
      1. Diusulkan oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) Anggota pengusul;
      2. Apabila waktu pengusulan bakal calon Ketua Cabang telah ditutup dan tidak ada bakal calon yang memenuhi syarat minimal jumlah pengusul, DPC dapat menetapkan 2 (dua) nama bakal calon yang disampaikan kepada  Panitia  Pengarah  Muscab selambat-lambatnya 30 hari sebelum pelaksanaan Muscab.
    5. Sidang Paripurna I Muscab mengesahkan sebanyak-banyaknya 5 (lima) bakal calon menjadi calon Ketua Cabang berdasarkan suara
    6. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Cabang diatur dalam Tata-Tertib Muscab.

 

Pasal 38

Selain fungsi dan wewenang Ketua Cabang sebagaimana tercantum pada Anggaran Dasar pasal 20, Ketua Cabang juga dapat:

 

  1. mengangkat dan memberhentikan:
    1. Personalia
    2. Personalia non struktural DPC, bila
    3. Karyawan di lingkup
    4. Pimpinan unit-unit kerja dan unit-unit usaha organisasi tingkat Kabupaten/Kota, bila diperlukan.
    5. Personalia berbagai kepanitiaan tingkat Kabupaten/Kota.
    6. Anggota Mitra bakti DPC Pertuni yang
    7. Anggota Kehormatan/Pembina DPC Pertuni yang
  2. membentuk:
    1. Kelengkapan struktur
    2. Unit-unit kerja dan unit-unit usaha Organisasi tingkat Kabupaten/Kota bila diperlukan.
    3. Kepanitiaan tingkat Kabupaten/Kota.
  3. selambat-lambatnya satu bulan setelah penetapannya, Ketua Cabang sudah membentuk sekurang-kurangnya pengurus inti DPC dan menyampaikannya kepada:
    1. internal organisasi yang meliputi Dewascab dengan tembusan DPD dan DPP;
    2. eksternal organisasi yang meliputi instansi pemerintah dan non pemerintah kabupaten /Kota serta pihak-pihak lain yang terkait.
  4. Ketua Cabang menjabarkan Garis Besar Program Pertuni Cabang (GBPPC) menjadi program kerja tahunan DPC.
  5. dalam menjalankan fungsi kepemimpinan eksekutif, Ketua Cabang memberi pedoman, petunjuk, pengarahan, dan mengkoordinasi pelaksanaan tugas para pejabat dan staf di lingkup DPC;
  6. Ketua Cabang merintis terbukanya sektor-sektor usaha dan kegiatan yang baru.

 

Pasal 39

  • Dalam hal Ketua Cabang mengangkat Wakil Ketua Cabang, tugas dan wewenangnya ditentukan bersama antara Ketua Cabang, Sekretaris Cabang, dan Bendahara Cabang, dan diketahui oleh Dewascab.
  • Dalam hal Ketua Cabang membentuk seksi-seksi, tugas Ketua Seksi adalah mengurusi pelaksanaan program tertentu di tingkat Kabupaten/Kota.
  • Program tertentu sebagaimana disebutkan pada ayat (2) diatas, dirumuskan dan dikoordinasikan Bersama antara Ketua Cabang, Sekretaris Cabang, dan Bendahara Cabang.

 

 

BAB VII DEWAN PENGAWAS

Pasal 40

  • Fungsi-fungsi Dewan Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar Pasal 21 Ayat (1), dapat dijabarkan sebagai berikut:
    1. fungsi Pengawasan meliputi:
      1. Memantau aktifitas setiap personal pengurus yang dikaitkan dengan tugas dan tanggung jawabnya;
      2. Memantau hasil kinerja pengurus melalui laporan semester maupun tahunan;
      3. Memantau tata administrasi persuratan, keuangan, kerumahtanggaan, inventarisasi dll.
    2. fungsi penganggaran (Budgeting) meliputi:
      1. Ikut mengoreksi rancangan anggaran pendapatan dan belanja organisasi sebelum disahkan menjadi anggaran pendapatan dan belanja organisasi;
      2. Bersama Ketua Umum, Ketua Daerah, dan/atau Ketua Cabang, Ketua Dewan Pengawas menandatangani anggaran pendapatan dan belanja organisasi;
      3. Ketua dewan pengawas memberikan persetujuan pada penggalangan dana yang akan dilakukan oleh DPP, DPD, dan/atau DPC,   terlebih   jika kegiatan dimaksud berbentuk kerjasama dengan pihak lai
    3. fungsi legislasi, meliputi:
      1. Terlibat dalam perumusan peraturan tata laksana organisasi;
      2. Menginisiasi perumusan peraturan
    4. fungsi konsultatif:
      1. Merencanakan dan melaksanakan fungsi-fungsi mediasi, konsultasi dan pertimbangan konstruktif terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi oleh Dewan Pengurus;
      2. Menginisiasi pertemuan secara berkala dengan Dewan Pengurus berdasarkan bidang kerjanya masing-masing.
    5. fungsi penasehat, meliputi:
      1. Memberikan arahan dan saran kepada Dewan Pengurus agar pengelolaan organisasi dapat berjalan secara tepat dan benar sesuai aturan yang berlaku;
      2. Memberikan rekomendasi perbaikan baik lisan maupun tertulis kepada Dewan Pengurus apabila ditemukan indikasi penyimpangan pengelolaan organisasi.
    6. fungsi Korektif meliputi:
      1. Memberikan kritik dan saran terhadap kinerja dewan pengurus jika dalam pengelolaan organisasi diduga bertentangan dengan aturan yang berlaku;
      2. Memberikan kritik dan saran terhadap kebijakan yang dibuat oleh Ketua Umum, Ketua Daerah, atau Ketua Cabang yang bertentangan dengan Garis-Garis Besar Program Pertuni serta aturan-aturan yang berlaku;
      3. Memberikan kritik dan saran terhadap pengelolaan anggaran dan belanja organisasi, yang tercatat di dalam buku kas dan laporan semester atau tahunan jika terdapat indikasi penyimpangan anggaran;
      4. Memberikan kritik dan saran terhadap tata laksana administrasi perkantoran jika tidak sesuai dengan aturan organisasi yang berlaku;
      5. Mengusulkan rapat gabungan jika
  • Dalam hal melaksanakan fungsi-fungsinya sebagai Dewan Pengawas organisasi, Dewan Pengawas berwenang dan berhak memperoleh informasi, baik dari pengurus, staf maupun karyawan.

 

Pasal 41

Persyaratan dan prosedur pencalonan Ketua Dewaspus sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 21 Ayat 3, dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Persyaratan;
    1. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya selama 7 (tujuh)
    2. Memiliki pengalaman menjadi anggota DPP/Dewaspus, anggota DPD/Dewasda, dan/atau anggota DPC/Dewascab.
    3. Berusia sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh)
    4. Berpendidikan sekurang-kurangnya pendidikan S1 atau Strata
    5. Dapat berbahasa Indonesia dengan
    6. Dapat membaca dan menulis Braille atau tulisan besar (bagi yang berpenglihatan lemah) atau dapat menggunakan komputer untuk keperluan membaca dan menulis.
    7. Belum pernah melakukan pelanggaran hukum yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atau Surat Keterangan dari instansi lain yang berwenang.
    8. Belum pernah tercemar namanya secara moral dalam kegiatan dan/atau pengelolaan organisasi, yang diantaranya:
      1. Penyalahgunaan keuangan organisasi;
      2. Pernah melanggar ketentuan AD-ART Pertuni;
      3. Pernah melakukan kekerasan dan / atau perbuatan asusila di lingkup dan dalam kegiatan Pertuni.
    9. Tidak sedang menjabat, baik jabatan yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni.
    10. Dalam hal calon terpilih sebagai Ketua Dewaspus dan ternyata memegang jabatan, baik yang sama maupun berbeda jenjang secara vertical pada organisasi lain di luar Pertuni, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya pada organisasi lain tersebut.
    11. Dalam hal calon terpilih sebagai Ketua Dewaspus dan ternyata memegang jabatan sebagai Ketua/Anggota Dewasda dan Ketua/Anggota Dewascab, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya tersebut.
    12. Dalam hal calon Ketua Dewaspus berdomisili di luar Provinsi DKJ dan/atau wilayah Ibukota Negara, calon Ketua Dewaspus harus mempunyai akses ke komputer dan Internet untuk memudahkan
    13. Khusus untuk Ketua Dewaspus Pertuni, syarat pendidikan minimal S1 atau Strata satu sebagaimana disebutkan pada angka 4 (empat) di atas, dinyatakan mulai berlaku pada penyelenggaraan Munas 11 (sebelas) Pertuni dan seterusnya.

 

  1. Prosedur;
    1. Bakal calon Ketua Dewaspus diusulkan oleh DPC kepada Panitia Pengarah Munas.
    2. Usulan bakal calon Ketua Dewaspus dilakukan oleh DPC dengan cara:
      1. Ketua Cabang/Penjabat/Pelaksana Tugas Ketua Cabang, mengisi dan menandatangani formulir usulan Ketua Dewaspus yang telah disiapkan oleh Panitia Pengarah Munas;

 

  1. Melampirkan Surat Keputusan Pengukuhan/Pengangkatan/Perpanjangan Masa Jabatan dari Ketua Daerah/Penjabat/Pelaksana Tugas Ketua Daerah.
  1. Penetapan bakal calon Ketua Dewaspus oleh DPC dikoordinir dan disupervisi oleh Ketua Daerah.
  2. Setiap DPC dapat mengusulkan 1 (satu) nama bakal calon Ketua
  3. Seorang bakal calon Ketua Dewaspus dapat diajukan oleh Panitia Pengarah Munas sebagai calon Ketua Dewaspus jika dia:
    1. Didukung oleh sekurang-kurangnya sepuluh DPC pengusul;
    2. Sepuluh DPC pengusul sebagaimana disebutkan pada huruf A di atas, dapat berasal dari Pertuni Daerah yang sama, dapat pula berasal dari Pertuni Daerah yang berbeda;
    3. Seorang bakal calon yang didukung oleh DPC dari dua Pertuni Daerah atau lebih, lebih tinggi perhitungan kualitasnya dibandingkan dengan seorang bakal calon yang didukung oleh DPC yang berasal dari hanya satu Pertuni Daerah yang sama;
    4. Memenuhi persyaratan calon Ketua Dewaspus;
    5. Telah menandatangani formulir kesediaan untuk dicalonkan sebagai Ketua Dewaspus;
    6. Apabila waktu pengusulan bakal calon Ketua Dewaspus telah berakhir dan tidak ada yang memenuhi syarat minimal jumlah dukungan pengusul, DPP dapat menetapkan 2 (dua) nama bakal calon Ketua Dewaspus yang disampaikan kepada Panitia Pengarah Munas selambat-lambatnya 30 hari sebelum pelaksanaan Munas.
  4. Berdasarkan usulan terbanyak dan perhitungan kualitas dukungan DPC sebagaimana disebutkan pada angka 5 huruf a hingga huruf e di atas, Panitia Pengarah Munas menetapkan sebanyak-banyaknya

5 (lima) bakal calon untuk ditetapkan sebagai calon Ketua Dewaspus Pertuni.

 

  1. Semua bakal calon Ketua Dewaspus disahkan menjadi calon Ketua Dewaspus pada Sidang Paripurna I Munas.
  2. Dalam hal bakal calon Ketua Dewaspus bukan berasal dari peserta Munas, kehadirannya di Munas bukan menjadi tanggung jawab DPP atau Panitia Munas.
  3. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Dewaspus diatur dalam Tata-tertib Munas.

 

Pasal 42

Persyaratan sebagai calon Ketua Dewasda sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 22 Ayat (3), meliputi:

  1. Persyaratan
    1. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya selama 5 (Lima)
    2. Memiliki pengalaman menjadi anggota DPP/Dewaspus, anggota DPD/Dewasda, dan/atau anggota DPC/Dewascab.
    3. Berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima)
    4. Berpendidikan sekurang-kurangnya pendidikan SMA atau sederajat;
    5. Dapat berbahasa Indonesia dengan baik;
    6. Dapat membaca dan menulis Braille atau tulisan besar (bagi yang berpenglihatan lemah) atau dapat menggunakan komputer untuk keperluan membaca dan menulis;
    7. Belum pernah melakukan pelanggaran hukum yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atau Surat Keterangan dari instansi lain yang berwenang.
    8. Belum pernah tercemar namanya secara moral dalam kegiatan dan/atau pengelolaan organisasi, yang diantaranya:
      1. Penyalahgunaan keuangan organisasi Pertuni;
      2. Pernah melanggar ketentuan AD-ART Pertuni;
      3. Pernah melakukan kekerasan dan / atau perbuatan asusila di lingkup dan dalam kegiatan Pertuni.
    9. Tidak sedang menjabat, baik jabatan yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni.
    10. Dalam hal calon terpilih sebagai Ketua Dewasda dan ternyata memegang jabatan, baik yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya pada organisasi lain tersebut.
    11. Ketua Dewasda dapat merangkap jabatan sebagai Anggota Dewaspus, tetapi tidak dapat merangkap sebagai Ketua/Anggota
    12. Dalam keadaan di mana tidak ada anggota Musda yang berusia sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun dan atau yang berpendidikan SMA yang dapat/bersedia dicalonkan, maka syarat umur dan pendidikan bagi calon Ketua Dewasda dapat diturunkan menjadi berusia 21 (dua puluh satu) tahun dan minimal tamat SMP atau sederajat.
    13. Persyaratan sebagaimana disebutkan pada angka 4 diatas, Sertifikat yang diperoleh dari kegiatan pelatihan, tidak berkedudukan sama dengan ijazah SMA dan yang sederajat.

 

  1. Prosedur
    1. Bakal calon Ketua Dewasda diusulkan oleh DPC kepada Panitia Pengarah Musda.
    2. Setiap DPC hanya dapat mengusulkan 1 (satu) nama bakal
    3. Usulan bakal calon Ketua Daerah dilakukan dengan cara:
  2. Ketua Cabang/Penjabat/Pelaksana Tugas Ketua Cabang mengisi dan menandatangani formulir usulan bakal calon Ketua Dewasda yang telah disiapkan oleh Panitia Pengarah Musda;
  3. Melampirkan Surat Keputusan Pengukuhan/Pengangkatan/Perpanjangan Masa Jabatan dari Ketua Daerah/Penjabat/Pelaksana Tugas Ketua Daerah.
    1. Apabila waktu pengusulan bakal calon Ketua Dewasda telah ditutup dan tidak ada bakal calon yang memenuhi syarat minimal jumlah pengusul, DPD dapat menetapkan 2 nama bakal calon Ketua Daerah yang disampaikan kepada Panitia Pengarah selambat-lambatnya 30 hari sebelum pelaksanaan Musda.
    2. Seorang bakal calon Ketua Dewasda dapat diajukan oleh Panitia Pengarah Musda sebagai calon Ketua Dewasda jika dia:
      1. diusulkan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) pengusul jika Pertuni Daerah sudah memiliki minimal 4 (empat) Pertuni Cabang;
      2. diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1 (satu) pengusul jika Pertuni Daerah hanya memiliki maksimal 3 (tiga) Pertuni Cabang:
      3. memenuhi persyaratan calon Ketua Dewasda;
      4. telah menandatangani formulir kesediaan untuk dicalonkan sebagai Ketua Dewasda.
    3. Semua bakal calon Ketua Dewasda disahkan menjadi calon Ketua Dewasda pada Sidang Paripurna I Musda.
    4. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Dewasda diatur dalam Tata-tertib Musda.

 

Pasal 43

Persyaratan dan prosedur pencalonan Ketua Dewascab sebagaimana dimaksud dalam Anggaran Dasar pasal 23 Ayat 3 meliputi:

  1. Persyaratan;
    1. Telah menjadi anggota biasa sekurang-kurangnya selama 3 (tiga)
    2. Memiliki pengalaman menjadi anggota DPP/Dewaspus, anggota DPD/Dewasda, dan/atau anggota DPC/Dewascab.
    3. Berusia sekurang-kurangnya 21 (dua puluh satu)
    4. Berpendidikan sekurang-kurangnya pendidikan SMP atau
    5. Dapat berbahasa Indonesia dengan
    6. Dapat membaca dan menulis Braille atau tulisan besar (bagi yang berpenglihatan lemah) atau dapat menggunakan komputer untuk keperluan membaca dan menulis.
    7. Belum pernah melakukan pelanggaran hukum yang dibuktikan dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK) atau Surat Keterangan dari instansi lain yang berwenang.
    8. Belum pernah tercemar namanya secara moral dalam kegiatan dan/atau pengelolaan organisasi, yang diantaranya:
      1. Penyalahgunaan keuangan organisasi Pertuni;
      2. Pernah melanggar ketentuan AD-ART Pertuni;
      3. Pernah melakukan kekerasan dan / atau perbuatan asusila di lingkup dan dalam kegiatan Pertuni.
    9. Tidak sedang menjabat, baik jabatan yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni.
    10. Dalam hal calon terpilih sebagai Ketua Dewascab dan ternyata menjabat, baik jabatan yang sama maupun berbeda jenjang secara vertikal pada organisasi lain di luar Pertuni, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya pada organisasi lain tersebut.
    11. Ketua Dewascab dapat merangkap jabatan sebagai Anggota Dewaspus dan/atau Anggota Dewasda.
    12. Dalam keadaan di mana tidak ada anggota Muscab yang berusia sekurang-kurangnya 21  tahun  dan  berpendidikan sekurang-kurangnya SMP, yang dapat/bersedia dicalonkan, maka syarat usia dan Pendidikan dapat diturunkan.
    13. Persyaratan sebagaimana disebutkan pada angka 4 di atas, Sertifikat yang diperoleh dari kegiatan pelatihan, tidak berkedudukan sama dengan ijazah SMP dan yang sederajat.

 

  1. Prosedur
    1. Bakal calon Ketua Dewascab diusulkan oleh Anggota Pertuni Cabang kepada Panitia Pengarah Muscab.
    2. Usulan bakal calon Ketua Dewascab dilakukan oleh masing-masing Anggota Pertuni Cabang dengan cara:
  2. Pengusul mengisi dan menandatangani formulir usulan bakal calon Ketua Dewascab yang telah disiapkan oleh Panitia Pengarah Muscab;
  3. Melampirkan fotocopy KTP, KTAP, atau kartu identitas
    1. Setiap Anggota Pertuni Cabang yang menjadi peserta Muscab, dapat mengusulkan 1 (satu) nama bakal calon Ketua Dewascab ke Panitia Pengarah Muscab.
    2. Seorang bakal calon Ketua Dewascab dapat diajukan oleh Panitia Pengarah Muscab sebagai calon Ketua Dewascab jika dia:
  4. Diusulkan oleh sekurang-kurangnya 5 (lima) pengusul;
  5. Apabila waktu pengusulan bakal calon Ketua Dewascab telah ditutup dan tidak ada bakal calon yang memenuhi syarat minimal jumlah pengusul, DPC dapat menetapkan 2 (dua) nama bakal calon yang disampaikan kepada Panitia Pengarah Muscab selambat-lambatnya 30 hari sebelum pelaksanaan Muscab.
    1. Sidang Paripurna I Muscab mengesahkan sebanyak-banyaknya 5 (lima) bakal calon menjadi calon Ketua Dewascab berdasarkan suara terbanyak.
    2. Teknik pemungutan suara untuk memilih Ketua Dewascab diatur dalam Tata-Tertib Muscab.

 

 

BAB VIII JABATAN RANGKAP

 

Pasal 44

  • Dewan Pengurus dapat merangkap jabatan pada jabatan dan jenjang organisasi yang berbeda dalam lingkup organisasi Pertuni.
  • Jabatan rangkap sebagaimana disebut pada ayat 1 diatas, berlaku hanya pada struktur dewan pengurus, dengan uraian di bawah ini sebagai contoh:
    1. Ketua Daerah/Ketua Cabang, Sekretaris Daerah/Sekretaris Cabang, Ketua-Ketua Biro di DPD/Ketua-Ketua Seksi di Cabang, dapat merangkap jabatan sebagai Anggota DPP, misalnya menjadi Sekretaris Umum, Bendahara Umum, Ketua I, atau Ketua-Ketua Departemen;
    2. Ketua Daerah dan/atau Anggota DPD, dapat merangkap jabatan sebagai Anggota DPP, misalnya menjadi Sekretaris Umum, Bendahara Umum dan lain-lain sebagainya;
    3. Ketua Cabang/Anggota DPC, dapat merangkap jabatan sebagai Anggota DPP dan Anggota DPD, misalnya sebagai Sekretaris Umum/Sekretaris Daerah, Ketua Departemen Kerjasama Internasional di DPP/Ketua Biro Humas di DPD.
  • Ketua Umum tidak dapat merangkap jabatan sebagai Ketua Daerah, Ketua Cabang, juga tidak dapat merangkap sebagai Anggota DPD dan Anggota DPC.
  • Ketua Daerah tidak dapat merangkap jabatan sebagai Ketua Cabang/Anggota DPC.
  • Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terpilih sebagai Ketua Umum, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Daerah, Ketua Cabang, atau sebagai Dewan Pengurus di DPD dan DPC.
  • Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terpilih menjadi Ketua Daerah, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua Cabang, atau sebagai pengurus di DPC.
  • Dewan Pengurus tidak dapat merangkap sebagai Dewan

 

Pasal 45

  • Dewan Pengawas dapat merangkap jabatan pada jabatan dan jenjang organisasi yang berbeda dalam lingkup pertuni
  • Jabatan rangkap sebagaimana disebutkan pada ayat (1) diatas, hanya berlaku pada struktur dewan pengawas, dengan uraian di bawah ini

sebagai contoh:

  1. Ketua/Sekretaris/Anggota Dewascab, dapat merangkap jabatan sebagai Sekretaris/Anggota Dewaspus;
  2. Ketua/Sekretaris/Anggota Dewascab, dapat merangkap jabatan sebagai Sekretaris/Anggota Dewasda;
  3. Ketua/Sekretaris/Anggota Dewasda, dapat merangkap jabatan sebagai Sekretaris/Anggota Dewaspus.
  • Ketua Dewaspus tidak dapat merangkap jabatan sebagai Ketua/Sekretaris/Anggota Dewasda, tidak juga dapat merangkap jabatan sebagai Ketua/Sekretaris/Anggota Dewascab.
  • Ketua Dewasda tidak dapat merangkap jabatan sebagai Ketua/Sekretaris/Anggota Dewascab, tetapi dapat merangkap jabatan sebagai sekretaris atau Anggota Dewaspus.
  • Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terpilih sebagai Ketua Dewaspus, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua/Sekretaris/Anggota Dewasda, atau jabatannya sebagai Ketua/Sekretaris/Anggota Dewascab.
  • Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan setelah terpilih sebagai Ketua Dewasda, yang bersangkutan harus mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Ketua/Sekretaris/Anggota Dewascab.
  • Dewan Pengawas tidak dapat merangkap sebagai Dewan

 

 

 

BAB IX LEMBAGA MUSYAWARAH

 

Pasal 46

Kebutuhan yang mendesak sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 25 Ayat 3, meliputi:

  1. Ketua terpilih tidak dapat menjalankan amanat Musyawarah sebelumnya;
  2. Ketua terpilih tidak dapat menjalankan roda organisasi sebagaimana mestinya;
  3. Ketua terpilih membuat kebijakan yang melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga;
  4. ketua terpilih sebagaimana disebutkan pada huruf A, B, dan C diatas, merujuk kepada Ketua Daerah dan Ketua Cabang;
  5. Apabila terjadi hal-hal sebagaimana disebutkan pada huruf A hingga C diatas, maka MusdaLub dan MuscabLub dapat diusulkan

 

Pasal 47

  • Dalam hal Ketua Umum tidak dapat menjalankan amanat Munas sebelumnya, tidak dapat menjalankan roda organisasi sebagaimana mestinya, dan membuat kebijakan yang melanggar Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga, mekanisme penyelesaiannya dilakukan oleh dan di dalam rapat gabungan tingkat pusat.
  • Untuk merencanakan pelaksanaan rapat gabungan dalam rangka membahas persoalan Ketua Umum sebagaimana disebutkan pada ayat (1) diatas, Ketua Dewaspus dapat berdialog dengan DPP tanpa melibatkan Ketua Umum.

 

Pasal 48

Yang dimaksud dengan  wewenang-wewenang Munas sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 27, meliputi:

  1. dalam menilai laporan pertanggungjawaban Ketua Umum selama masa baktinya, Munas memperhatikan:
    1. pelaksanaan dari ketetapan-ketetapan
    2. kepemimpinan eksekutifnya secara
    3. pelaksanaan program kerja DPP berdasarkan Garis Besar Program Pertuni selama 5 (lima) tahun kepemimpinannya.
    4. pengelolaan keuangan dan kekayaan
  2. dalam mendengarkan laporan Ketua Dewaspus selama masa baktinya, Munas dapat:
    1. Menyampaikan tanggapan dan pendapat tentang laporan Ketua Dewaspus terhadap kinerja Ketua Umum dan anggota DPP.
    2. Mengajukan pertanyaan mengenai mekanisme dan kebijakan Dewaspus dalam menjalankan fungsi pengawasan, penganggaran (budgeting), legislasi, konsultatif, penasehat dan korektif terhadap kinerja DPP.
    3. Menerima laporan Ketua
  3. dalam hal Munas menetapkan Garis Besar Program Pertuni (GBPP) untuk jangka waktu 5 (lima) tahun berikutnya, GBPP disusun berdasarkan tujuan, visi, dan misi Pertuni.
  4. dalam hal Munas memilih Ketua Umum dan Ketua Dewaspus, pemilihan dapat:
    1. Apabila terdapat lebih dari 1 (satu) calon, pemilihan dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan demokratis.
    2. Apabila terdapat hanya 1 (satu) calon, pemilihan dilaksanakan secara aklamasi.

 

Pasal 49

Yang dimaksud dengan wewenang – wewenang Musda sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 32, meliputi:

  1. dalam menilai laporan pertanggungjawaban Ketua Daerah selama masa baktinya, Musda memperhatikan antara lain:
    1. Pelaksanaan ketetapan-ketetapan
    2. Kepemimpinan eksekutifnya secara umum di Tingkat

 

  1. Pelaksanaan program kerja lima tahunan
  2. Pengelolaan keuangan dan kekayaan Organisasi di Tingkat
  1. dalam mendengarkan laporan Ketua Dewasda selama masa baktinya, Musda dapat:
    1. Menyampaikan tanggapan dan pendapat tentang laporan Ketua Dewasda terhadap kinerja Ketua Daerah dan anggota DPD.
    2. Mengajukan pertanyaan mengenai mekanisme dan kebijakan Dewasda dalam menjalankan fungsi pengawasan, penganggaran (budgeting), legislasi, konsultatif, penasehat dan korektif terhadap kinerja DPD.
    3. Menerima laporan Ketua
  2. dalam hal Musda menetapkan Garis Besar Program Pertuni Daerah untuk jangka waktu lima tahun berikutnya, GBPPD disusun berdasarkan Garis Besar Program Pertuni, yang disesuaikan dengan kepentingan dan prioritas Daerah atau Provinsi yang bersangkutan.
  3. dalam hal Musda memilih Ketua Daerah dan Ketua Dewasda, pemilihan dapat:
    1. Apabila terdapat lebih dari 1 (satu) calon, pemilihan dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan demokratis.
    2. Apabila terdapat hanya 1 (satu) calon, pemilihan dilaksanakan secara aklamasi.
  4. Dalam hal Ketua Daerah terpilih berdomisili di luar ibu kota Provinsi dan tempat kedudukan DPD berada di Ibu kota provinsi, pengelolaan organisasi dapat dilakukan secara luring dan/atau daring.
  5. Jika kegiatan keorganisasian dilakukan secara luring, maka kebutuhan anggaran untuk akomodasi dan transportasi disesuaikan dengan kemampuan Pertuni Daerah.
  6. Ketua Daerah tidak dapat berdomisili di luar provinsi dari Pertuni Daerah yang dipimpinnya.

 

Pasal 50

Yang dimaksud dengan wewenang – wewenang Muscab sebagaimana disebutkan dalam Anggaran Dasar Pasal 38, meliputi:

  1. dalam menilai laporan pertanggungjawaban Ketua Cabang selama masa baktinya, Muscab memperhatikan:
    1. Kepemimpinan eksekutifnya secara umum di Tingkat Kabupaten/Kota selama masa baktinya;
    2. Pelaksanaan Program Kerja Lima Tahunan Cabang;
    3. Pengelolaan keuangan dan kekayaan Organisasi Tingkat Kabupaten/Kota.
  2. dalam mendengarkan laporan Ketua Dewascab selama masa baktinya, Muscab dapat:
    1. Menyampaikan tanggapan dan pendapat tentang laporan Ketua Dewascab terhadap kinerja Ketua Cabang dan DPC.
    2. Mengajukan pertanyaan mengenai mekanisme dan kebijakan Dewascab dalam menjalankan fungsi pengawasan, penganggaran (budgeting), legislasi, konsultatif, penasehat dan korektif terhadap kinerja DPC.
    3. Menerima laporan Ketua
  3. dalam hal Muscab menetapkan Garis Besar Program Pertuni Cabang (GBPPC) untuk jangka waktu lima tahun berikutnya, GBPPC disusun berdasarkan GBPP dan GBPPD, yang disesuaikan dengan kepentingan, prioritas dan kemampuan Cabang yang bersangkutan.
  4. dalam hal Muscab memilih Ketua Cabang dan Ketua Dewascab, pemilihan dapat:
    1. Apabila terdapat lebih dari 1 (calon), pemilihan dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, adil, dan demokratis.
    2. Apabila terdapat hanya 1 (satu) calon, pemilihan dilaksanakan secara aklamasi.

 

BAB X MEKANISME PEMBENTUKAN PERTUNI DAERAH DAN CABANG SERTA PENGANGKATAN PENJABAT DAN KETUA DEFINITIF

 

Pasal 51

Pembentukan Pertuni Daerah sebagaimana dimaksud pada pasal 11 Anggaran Dasar dapat dijabarkan sebagai berikut:

  1. Pertuni Daerah dibentuk oleh DPP melalui Surat Keputusan Ketua
  2. setelah pembentukan Pertuni Daerah, dilakukan pengangkatan Penjabat Ketua Daerah yang baru terbentuk tersebut oleh DPP melalui surat keputusan Ketua Umum.
  3. Penjabat Ketua Daerah dapat menjabat jabatannya selama 3 tahun dan dapat diperpanjang selama paling lama 2 tahun lagi.
  4. Penjabat Ketua Daerah harus menyampaikan laporan kegiatannya kepada DPP setiap 6 (enam) bulan sekali.
  5. Penjabat Ketua Daerah berkewajiban menyelenggarakan Musda pertama, dan apabila masa jabatan Penjabat Ketua Daerah telah mengalami perpanjangan tetapi belum dapat menyelenggarakan Musda Pertama, DPP dapat mengangkat PLT Penjabat Ketua Daerah tersebut melalui surat Keputusan Ketua Umum, dengan masa jabatan paling lama 3 (tiga) tahun.
  6. Pertuni Daerah menjadi definitive melalui sebuah penyelenggaraan
  7. Musda Pertama wajib dilaksanakan apabila di provinsi tersebut telah terbentuk sekurang-kurangnya dua Pertuni Cabang.
  8. Penjabat Ketua Daerah mempunyai wewenang sekurang-kurangnya:
    1. Mengangkat Penjabat Sekretaris Daerah dan Penjabat Bendahara Daerah;
    2. Mengukuhkan Ketua Cabang definitif di daerahnya;
    3. Membentuk Pertuni Cabang di daerahnya;
    4. Mengangkat Penjabat Ketua Cabang dan/atau PLT Penjabat Ketua Cabang di daerahnya.

Pasal 52

  • Pertuni Cabang dapat dibentuk oleh:
    1. DPD dengan Surat Keputusan Ketua Daerah dan/atau PLT Ketua Daerah;
    2. Penjabat Ketua Daerah melalui surat keputusan Penjabat Ketua Daerah;
    3. PLT Penjabat Ketua Daerah melalui surat keputusan PLT Penjabat Ketua Daerah;
    4. DPP dengan Surat Keputusan Ketua Umum apabila karena suatu sebab di Provinsi yang bersangkutan belum terbentuk Pertuni
  • Pertuni Cabang dapat dibentuk apabila di Kabupaten/Kota yang bersangkutan terdapat sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang tunanetra.
  • Setelah pembentukan Pertuni Cabang, dilakukan pengangkatan Penjabat Ketua Cabang yang baru terbentuk tersebut oleh:
    1. DPD melalui surat Keputusan Ketua Daerah dan/atau PLT Ketua Daerah;
    2. Penjabat Ketua Daerah melalui surat keputusan Penjabat Ketua Daerah;
    3. PLT Penjabat Ketua Daerah melalui surat Keputusan PLT Penjabat Ketua Daerah.
  • Penjabat Ketua Cabang dapat menjabat masa jabatannya selama 3 (tiga) tahun, dan dapat diperpanjang selama paling lama 2 (dua) tahun
  • Penjabat Ketua Cabang harus menyampaikan laporan kegiatannya kepada DPD dan/atau Penjabat Ketua Daerah setiap 6 (enam) bulan
  • Penjabat Ketua Cabang berkewajiban menyelenggarakan Muscab pertama, dan apabila masa jabatan Penjabat Ketua Cabang tersebut telah mengalami perpanjangan tetapi belum dapat menyelenggarakan Muscab Pertama, maka DPD dapat mengangkat PLT Penjabat Ketua Cabang tersebut melalui surat Keputusan Ketua Daerah, dengan masa jabatan paling lama 3 (tiga) tahun.
  • Pertuni Cabang menjadi definitive melalui sebuah penyelenggaraan
  • Muscab Pertama wajib dilaksanakan apabila di kabupaten/kota tersebut telah terdapat sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) orang
  • Penjabat Ketua Cabang mempunyai wewenang sekurang-kurangnya:
    1. mengangkat Penjabat Sekretaris Cabang;
    2. mengangkat Penjabat Bendahara

 

 

 

BAB XI RAPAT-RAPAT

 

Pasal 53

  • Rapat kerja nasional dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah Ketua Umum terpilih dan ditetapkan dalam penyelenggaraan
  • Rapat kerja daerah dilaksanakan selambat-lambatnya 2 (dua) tahun setelah Ketua Daerah terpilih dan ditetapkan dalam penyelenggaraan

 

Pasal 54

  • Rapat Gabungan pertama dalam suatu periode kepengurusan dilaksanakan selambat-lambatnya enam bulan sesudah Munas.
  • Rapat gabungan diadakan antara lain untuk:
    1. membahas program kerja tahunan;
    2. menetapkan Anggaran Pendapatan dan Belanja tahunan Organisasi;
    3. melakukan evaluasi kinerja organisasi;
    4. menilai kelayakan kepemimpinan Ketua Umum apabila terdapat indikasi atau ada keluhan tentang ketidaklayakan Ketua Umum;
    5. Menilai kelayakan Ketua Dewaspus apabila terdapat indikasi atau ada keluhan ketidaklayakan Ketua Dewaspus;
    6. menetapkan Pelaksana Tugas Ketua Umum dan/atau Pelaksana Tugas Ketua Dewaspus apabila Ketua Umum dan/atau Ketua Dewaspus dinyatakan tidak layak lagi menjadi Ketua Umum dan/atau Ketua Dewaspus, bahkan berhalangan tetap.
  • Rapat Gabungan dapat mengusulkan kepada Ketua Umum untuk memberikan tanda penghargaan kepada:
    1. tunanetra yang telah menunjukkan hasil kerja yang inovatif dan bermanfaat bagi orang banyak;
    2. tokoh Masyarakat bukan tunanetra yang berjasa luar biasa untuk memajukan kehidupan para tunanetra di Indonesia.
  • Ketentuan pada Ayat 1 hingga Ayat 4 pasal ini secara mutatis mutandis berlaku pula untuk Rapat Gabungan Daerah dan Rapat Gabungan Cabang.

 

Pasal 55

  • Rapat Lengkap DPP adalah rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota
  • Rapat lengkap DPP dilaksanakan untuk membahas dan menyepakati kebijakan dan/atau keputusan yang akan diambil demi kebaikan dan kepentingan kepengurusan organisasi di Tingkat pusat.
  • Ketua Umum dan/atau anggota DPP dapat secara bergantian memimpin rapat lengkap DPP.

 

Pasal 56

  • Rapat Lengkap DPD adalah rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota
  • Rapat lengkap DPD dilaksanakan untuk membahas dan menyepakati kebijakan / keputusan yang akan diambil demi kebaikan dan kepentingan kepengurusan organisasi di Tingkat provinsi.
  • Ketua Daerah dan/atau anggota DPD dapat secara bergantian memimpin rapat lengkap DPD.

 

Pasal 57

  • Rapat Lengkap DPC adalah rapat yang dihadiri oleh seluruh anggota
  • Rapat lengkap DPC dilaksanakan untuk membahas dan menyepakati kebijakan / keputusan yang akan diambil demi kebaikan dan kepentingan kepengurusan organisasi di Tingkat kabupaten/kota.
  • Ketua Cabang dan/atau anggota DPC dapat secara bergantian memimpin rapat lengkap DPC.

 

Pasal 58

  • Rapat inti DPP adalah rapat yang dihadiri oleh Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum.
  • Rapat inti DPP dilaksanakan sebagai bentuk koordinasi dan konsultasi antara Ketua Umum, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum karena adanya hal yang mendesak untuk diselesaikan atau diatasi.
  • Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan Bendahara Umum dapat secara bergantian memimpin rapat inti DPP, sesuai dengan isu atau permasalahan yang dibahas.

 

Pasal 59

  • Rapat inti DPD adalah rapat yang dihadiri oleh Ketua Daerah, Sekretaris Daerah, dan Bendahara Daerah.
  • Rapat inti DPD dilaksanakan sebagai bentuk koordinasi dan konsultasi antara Ketua Daerah, Sekretaris Daerah dan Bendahara Daerah karena adanya hal mendesak yang harus diselesaikan atau diatasi.
  • Ketua Daerah, Sekretaris Daerah, dan Bendahara Daerah dapat secara bergantian memimpin rapat Inti DPP sesuai dengan isu atau permasalahan yang dibahas.

 

Pasal 60

  • Rapat Inti DPC adalah rapat yang dihadiri oleh Ketua Cabang, Sekretaris Cabang, dan Bendahara Cabang.
  • Rapat inti DPC dilaksanakan sebagai bentuk koordinasi dan konsultasi antara Ketua Cabang, Sekretaris Cabang, dan Bendahara Cabang karena adanya hal mendesak yang harus diselesaikan atau diatasi.

 

Pasal 61

  • Rapat panitia adalah rapat yang dilaksanakan oleh sebuah kepanitian yang dibentuk oleh DPP, DPD, maupun oleh DPC.
  • Rapat panitia dilaksanakan untuk membahas dan menyepakati:
    1. rencana dan desain kegiatan yang akan dilaksanakan;
    2. pemantapan persiapan pelaksanaan kegiatan;
    3. Pelaksanaan kegiatan;
    4. Penyusunan laporan

 

 

 

BAB XII KEKAYAAN ORGANISASI

Pasal 62

Barang bergerak dan barang tidak bergerak sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar Pasal 53 ayat (2) huruf c adalah kendaraan, komputer,  alat  kerja,  alat  makan/minum,  alat  tulis-menulis,  alat komunikasi, tanah, bangunan, dan lain-lain, yang dokumen kepemilikannya harus diurus dengan baik dan tuntas hingga menjadi sertifikat atas nama organisasi sesuai dengan jenjangnya dan berdasarkan ketentuan/aturan yang berlaku.

 

Pasal 63

Semua kekayaan organisasi dalam bentuk barang, harus diberi label, logo organisasi dan/atau tanda lain agar mudah dikenali sebagai milik organisasi.

 

Pasal 64

Kekayaan digital sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar Pasal 53 ayat (2) huruf d, dapat berupa:

  1. berbagai produk digital;
  2. tempat penyimpanan digital;
  3. berbagai transaksi digital;
  4. tanda tangan digital;
  5. berbagai karya dalam bentuk digital;
  6. berbagai aplikasi digital;
  7. berbagai program digital;
  8. akun media social;
  9. website;
  10. chanel Youtube;
  11. foto-foto dan

 

Pasal 65

Kekayaan intelektual sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 53 ayat (2) huruf e, dapat berupa:

  1. nama dan logo organisasi Pertuni;
  2. lagu mars dan lagu himne Pertuni;
  3. berbagai karya seni yang dibuat dari, oleh, dan untuk Pertuni;

 

  1. berbagai karya tulis ilmiah dan/atau berbagai karya tulis lainnya yang dibuat dari, oleh, dan untuk Pertuni;
  2. berbagai hak cipta milik organisasi
  3. Dewan Pengurus pada semua jenjang dalam Pertuni berwenang mendaftarkan segala kekayaan intelektual milik organisasi kepada pemerintah yang mengurusi Hak Kekayaan Intelektual (HKI).

 

Pasal 66

  • Yang dimaksud dengan seluruh harta kekayaan Pertuni harus dikelola secara jujur sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 54 ayat (1), adalah pengurus sebagai pengelola dapat dipercaya, bersih dari kecurangan, tidak koruptif dan manipulatif, serta tidak menyelewengkan harta kekayaan organisasi.
  • Yang dimaksud dengan seluruh harta kekayaan organisasi harus dikelola secara adil sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 54 ayat (1), adalah pengurus sebagai pengelola bersih dari praktik-praktik kolusi, pilih kasih, dan tidak sewenang-wenang.
  • Yang dimaksud dengan seluruh harta kekayaan organisasi harus dikelola secara transparan sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 54 ayat (1), adalah pengurus sebagai pengelola harus terbuka dan dapat melaporkan secara jelas kondisi kekayaan organisasi, termasuk pemanfaatan kekayaan organisasi serta hasil yang dicapai dari upaya pemanfaatan tersebut.
  • Yang dimaksud dengan seluruh harta kekayaan organisasi harus dikelola secara akuntabel sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 54 ayat (1), adalah pengurus sebagai pengelola harus amanah, dapat dipercaya, dan bertanggung jawab dalam segala hal terkait dengan harta kekayaan organisasi.
  • Yang dimaksud dengan seluruh harta kekayaan organisasi harus dikelola secara aman sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 54 ayat (1), adalah pengurus sebagai pengelola harus dapat merawat, menjaga, dan menjamin keamanan harta kekayaan organisasi, termasuk pemanfaatannya.
  • Yang dimaksud dengan seluruh harta kekayaan organisasi harus dikelola secara efektif sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 54 ayat (1), adalah pengurus sebagai pengelola harus mengutamakan ketepatan, kecermatan, dan perhitungan yang matang demi keberhasilan dalam mengoptimalkan kekayaan organisasi, termasuk pemanfaatannya.
  • Yang dimaksud dengan seluruh harta kekayaan organisasi harus dikelola secara efisien sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 54 ayat (1), adalah pengurus sebagai pengelola harus mampu mengelola harta kekayaan organisasi agar dapat memberikan keuntungan yang sebesar-besarnya dengan pengeluaran yang sekecil-kecil.
  • Yang dimaksud dengan seluruh harta kekayaan organisasi harus dikelola dengan penuh itikad baik sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 54 ayat (1), adalah pengurus yang telah mengakhiri masa baktinya, harus menyerahkan seluruh harta kekayaan organisasi kepada pengurus yang baru.
  • Dalam hal pengurus yang telah mengakhiri masa baktinya namun tidak mengalihkan seluruh harta kekayaan organisasi kepada pengurus yang baru, pengurus lama tersebut dapat diproses secara

 

Pasal 67

Bentuk pertanggungjawaban pengurus yang melanggar pengelolaan dan pemanfaatan kekayaan organisasi sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar pasal 54 ayat 2, yaitu harus mendapatkan sanksi hukum.

 

Pasal 68

  • Kekayaan organisasi sebagaimana dimaksud pada Anggaran Dasar Pasal 55, pengelolaannya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
    1. dalam hal pemanfaatannya di tingkat pusat, harus secara optimal dapat memberdayakan jenjang organisasi Pertuni di Tingkat provinsi dan kabupaten/kota sesuai dengan skala prioritas program dan/atau kebutuhan;
    2. dalam hal pemanfaatannya di tingkat provinsi, harus dapat secara optimal memberdayakan jenjang organisasi Pertuni di Tingkat kabupaten/kota sesuai dengan skala prioritas program dan/atau kebutuhan;
    3. dalam hal pengelolaannya di tingkat Kabupaten/Kota, diharapkan dapat memberikan kontribusi pada jenjang organisasi di tingkat pusat dan provinsi.
  • Sumber kekayaan organisasi sebagaimana dimaksud pada Anggaran Dasar pasal 55 ayat (1) huruf c, adalah bantuan hibah yang berasal dari perseorangan secara personal dan lembaga secara institusional, baik dalam negeri maupun luar negeri.

 

Pasal 69

  • Dalam hal DPD ingin mengakses dana hibah dari luar negeri, atau ingin membangun kerja sama dengan pihak luar negeri, harus sepengetahuan Ketua Umum sebagai perwakilan Pertuni di tingkat internasional;
  • Dalam hal DPC ingin mengakses dana hibah dari luar negeri, atau ingin membangun kerja sama dengan pihak luar negeri, harus sepengetahuan Ketua Umum sebagai perwakilan Pertuni di tingkat

 

Pasal 70

  • Barang bergerak sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar Pasal 56 Ayat 1 hingga Ayat 3, adalah:
    1. segala bentuk dana milik organisasi;
    2. kendaraan bermotor dan tidak bermotor;
    3. laptop dan/atau desktop komputer;
    4. berbagai peralatan kerja
  • Barang tidak bergerak sebagaimana disebutkan pada Anggaran Dasar Pasal 56 ayat (1) hingga Ayat (3), adalah:
    1. tanah milik organisasi;
    2. gedung atau bangunan milik organisasi;
    3. segala jenis usaha yang teregistrasi atas nama

 

Pasal 71

Dalam hal kekayaan organisasi berupa uang, pengelolaannya dapat dilakukan sebagai berikut:

  1. dana-dana yang diperoleh organisasi dari berbagai sumber, baik yang bersifat rutin maupun insidental, dikelola secara aman dengan menyimpannya di Bank Pemerintah dalam rekening atas nama Organisasi;
  2. dana-dana Organisasi yang belum digunakan untuk kegiatan operasional dihimpun menjadi dana abadi atau dikembangkan sebagai modal usaha, yang ketentuannya diputuskan oleh Rapat Gabungan;
  3. pencairan dana sebagaimana tersebut pada huruf a diatas hanya dapat dilakukan oleh Ketua Umum dan Bendahara Umum;
  4. pencairan dana sebagaimana tersebut pada huruf b diatas dapat dilakukan oleh Ketua Umum dan Bendahara Umum dengan persetujuan Rapat Gabungan;
  5. sejumlah dana Organisasi dapat ditempatkan di kantor organisasi dalam bentuk kas kecil untuk memperlancar kegiatan Organisasi;
  6. dana-dana Organisasi dimanfaatkan secara terencana bagi pembiayaan kegiatan-kegiatan Organisasi, baik yang bersifat rutin maupun proyek;
  7. anggaran rutin tahunan meliputi mata anggaran antara lain:
    1. Biaya operasional DPP dan Dewaspus;
    2. Biaya Kerumahtanggaan;
    3. Biaya Kesekretariatan;
    4. Biaya Perjalanan
  8. anggaran proyek disusun sesuai dengan kebutuhan berdasarkan pemaparan yang dinyatakan dalam proposal kegiatan;
  9. ketentuan sebagaimana disebut pada huruf a hingga h diatas berlaku secara mutatis mutandis bagi Organisasi tingkat daerah maupun tingkat

 

Pasal 72

Dalam hal masa transisi kepemimpinan, maka:

  1. wewenang dan tanggung jawab kepemimpinan ketua umum berakhir pada saat Ketua Umum selesai menyampaikan laporan pertanggungjawabannya dalam forum Munas dan pada saat itu, Ketua Umum dan Ketua Dewaspus beserta jajaran DPP dan Dewaspus dinyatakan Demisioner;
  2. sejak saat itu, seluruh harta kekayaan organisasi berada dalam kondisi “status quo”, dalam arti tidak dibenarkan terjadinya mutasi/transaksi;
  3. dengan dilantiknya ketua umum terpilih dalam Munas, wewenang dan tanggung jawab kepemimpinan organisasi efektif beralih kepada Ketua Umum yang baru;
  4. selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari setelah Munas, seluruh harta kekayaan organisasi yang berada dalam kondisi status quo diserahterimakan oleh mantan Ketua Umum kepada Ketua Umum yang baru;
  5. harta kekayaan organisasi yang diserahterimakan mencakup:

 

  1. dana-dana organisasi: kas kecil, rekening giro, buku tabungan bank, sertifikat deposito, surat-surat berharga dan bentuk-bentuk surat hutang piutang;
  2. harta kekayaan tidak bergerak (tanah dan bangunan): sertifikat tanah, surat girik tanah, akta jual beli notarial, akta pengikatan jual beli notarial, perjanjian pengikatan jual-beli bermaterai (di bawah tangan), surat ukur tanah, surat izin mendirikan bangunan, bentuk-bentuk surat bukti kepemilikan lainnya.
  3. harta kekayaan bergerak (kendaraan bermotor dan tidak bermotor): BPKB, STNK, dan bentuk-bentuk dokumen lain yang sah dimiliki oleh organisasi;
  4. dokumen-dokumen: daftar dokumen yang ada, meliputi berkas surat menyurat, perjanjian-perjanjian kerjasama dengan pihak lain, dan catatan-catatan lain;
  5. aset digital yang meliputi: Berbagai produk digital, tempat penyimpanan digital, berbagai transaksi digital, berbagai tanda tangan digital, Berbagai karya dalam bentuk digital, berbagai aplikasi digital, berbagai program digital, akun media social, website, chanal youtube, foto-foto dan video;
  6. aset kekayaan intelektual yang meliputi: nama dan logo organisasi Pertuni, lagu mars dan lagu himne Pertuni, berbagai karya seni yang dibuat dari, oleh, dan untuk Pertuni, berbagai karya tulis ilmiah dan/atau berbagai karya tulis lainnya yang dibuat dari, oleh, dan untuk Pertuni, berbagai hak cipta milik organisasi Pertuni.
  7. peralatan kantor : dengan daftar peralatan yang meliputi komputer, meja kerja, alat tulis-menulis, kursi, almari, berbagai alat makan atau minum, dan lain-lain sebagainya.
  1. ketentuan sebagaimana disebutkan pada huruf a hingga e pada pasal ini, berlaku secara mutatis mutandis bagi Pertuni Daerah dan Pertuni Cabang, dengan penyesuaian seperlunya sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik jenjang kepengurusannya.

 

 

Pasal 73

  • Harta kekayaan organisasi sebagaimana dimaksud pada pasal 60 huruf d pada Anggaran Rumah Tangga ini, diserahterimakan sesuai dengan kepemilikan organisasi baik di tingkat Pusat, Daerah, maupun
  • Apabila tidak ada penyerahan kekayaan organisasi dari Ketua Umum, Ketua Daerah, dan/atau Ketua Cabang yang lama kepada penggantinya, maka penggantinya tersebut Bersama-sama dengan jajaran Dewan Pengurus dan Dewan Pengawas yang baru dapat melakukan Tindakan hukum demi kepastian hukum.

 

 

BAB XIII ATRIBUT

Pasal 74

  • Lambang Persatuan Tunanetra Indonesia terdiri dari:
    1. lukisan induk: sepasang tangan sedang meraba buku Braille;
    2. buku sebagaimana disebutkan pada butir a diatas dalam posisi terbuka dengan lukisan sepasang sel sebagai tanda huruf Braille yang digambar pada sudut kanan dan kiri bagian atas dari halaman buku, dan serangkaian padi dan kapas dengan daun yang dihubungkan oleh rangkaian huruf ”awas” yang berbunyi ”PERTUNI”, terlukis melengkung membentuk lingkaran mengelilingi gambar tangan dan buku, memberat ke bawah;
    3. lukisan pelengkap: bola bumi dengan garis-garis lintang dan bujurnya sebagai latar belakang gambar tangan dan buku, serta sebuah pita bertulisan ” TAT TWAM ASI ” yang terpancang agak melengkung keluar dan dipasang pada sisi luar dari bagian bawah dasar lambang.
  • Lukisan tangan dan buku digambar melampaui garis tengah lingkaran bumi tetapi memberat ke bawah, sehingga dengan demikian lukisan lingkaran bumi menjadi memberat ke atas.
  • Lukisan-lukisan sebagaimana disebutkan pada ayat (1) dan (2) diatas digambar diatas dasar yang berbentuk persegi lima sama sisi dengan garis-garis tepinya agak melengkung keluar.

Tata warna yang digunakan untuk lambang dan alasnya adalah:

  1. biru muda untuk dasar lambang (yang berbentuk segi lima sama sisi).
  2. biru tua untuk bola bumi
  3. hitam untuk garis-garis pada lingkaran bumi, tanda Braille, tulisan PERTUNI dan TAT TWAM ASI.
  4. hijau untuk daun
  5. putih untuk gambar kapas dan
  6. kuning emas untuk gambar tangan, rangkaian padi, tangkai penghubung gambar rangkaian kapas dan padi dengan tulisan PERTUNI, garis pemisah antara dasar lambang dan alasnya dan garis-garis tepi alas lambang.

 

Lambang berikut landasannya merupakan pitaka (vandel) Pertuni, dan dikibarkan sebagai :

  1. pengawal
  2. pengawal kegiatan kerja dan atau upacara-upacara organisasi dengan pemasangannya secara dipancangkan pada dinding ruangan.
  3. dalam hal dipergunakan sebagai tanda kenang-kenangan, penghormatan maupun persahabatan organisasi bagi pihak lain, lambang dapat dibuat dalam ukuran kecil.
  4. untuk digunakan pada piagam atau surat penghargaan, lambang dilukis di bagian tengah kertas sehingga menjadi latar belakang tulisan.

 

Pasal 75

  • Bendera Pertuni berwujud lima garis yang melintang sejajar, sama tebal, berwarna biru tua yang dilukis pada alas berwarna biru muda, sehingga akan tampak seperti selang-seling antara garis biru tua dan biru muda.
  • Pada bendera tergambar lukisan induk dari
  • Perbandingan antara lebar dan panjang bendera adalah dua berbanding tiga.

 

Pasal 76

Emblem sebagaimana dimaksud pada Anggaran Dasar Pasal 59 huruf c, adalah lambang yang dipakai oleh anggota sebagai tanda pengenal.

 

Pasal 77

  • Badan-badan dan/atau Organisasi sosial yang bergerak di bidang ketunanetraan tidak dibenarkan menggunakan nama Persatuan Tunanetra Indonesia (Pertuni), termasuk lambang, bendera, emblem, lagu Mars dan lagu Himne Pertuni.
  • Penggunaan papan nama Pertuni sebagai Organisasi kemasyarakatan, penggunaan dan pemasangannya disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

 

Pasal 78

  • Lagu Mars dan Lagu Hymne Pertuni sebagaimana dimaksud pada Anggaran Dasar Pasal 59 huruf d dan e, dinyanyikan dan/atau diperdengarkan dalam setiap acara-acara resmi Pertuni.
  • Naskah atau lirik Lagu Mars Pertuni dapat dibaca pada lampiran dan menjadi bagian yang tak terpisahkan dari Anggaran Rumah Tangga ini
  • Naskah atau lirik lagu Himne Pertuni dapat dibaca pada lampiran dan menjadi bagian tak terpisahkan dari Anggaran Rumah Tangga ini.

 

 

BAB XIV PERATURAN PERALIHAN

Pasal 79

  • Hal-hal lain yang menyangkut penyelenggaraan organisasi Pertuni yang belum diatur dan/atau belum cukup diatur dalam Anggaran Rumah Tangga ini akan diatur lebih lanjut dengan peraturan organisasi sepanjang tidak melanggar Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga.
  • Pembuatan peraturan organisasi dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh DPP melalui Surat Keputusan Ketua Umum.

 

Pasal 80

  • Ketua Umum dapat melakukan suatu diskresi terhadap satu pasal atau ayat tertentu dalam Anggaran Dasar dan/atau Anggaran Rumah Tangga karena kepentingan organisasi yang lebih luas dan sangat
  • Dalam hal Ketua Umum melakukan diskresi sebagaimana disebutkan pada ayat (1) diatas, harus melalui rapat gabungan di Tingkat pusat.
  • Yang dimaksud dengan diskresi adalah Keputusan sepihak yang diambil oleh Ketua Umum untuk mengatasi permasalahan yang sangat mendesak; misalnya bencana, hutang-piutang organisasi, gugatan pihak lain melalui pengadilan, dan hal-hal yang mengancam eksistensi organisasi, dengan mengabaikan satu pasal dan/atau ayat tertentu dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga

 

Pasal 81

  • Anggaran Rumah Tangga Pertuni telah mengalami beberapa kali amandemen, yaitu:
    1. Amandemen pertama dalam Kongres Nasional I tahun 1971;
    2. Amandemen kedua dilakukan dalam kongres Nasional II tahun 1980;
    3. Amandemen ketiga dilakukan dalam Kongres Nasional tahun 1987;

 

  1. Amandemen keempat dilakukan dalam Kongres/Munas IV tahun 1993;
  2. Amandemen kelima dilakukan dalam Munas V tahun 1999;
  3. Amandemen keenam dilakukan dalam Munas VI tahun 2004;
  4. Amandemen ketujuh dilakukan dalam Munas VIII tahun 2014;
  5. Amandemen kedelapan dilakukan dalam Munas IX tahun
  6. Amandemen kesembilan dilakukan dalam Munas X tahun 2024
  • Ketetapan tentang perubahan atau Amandemen atas Anggaran Rumah Tangga ini mulai berlaku sejak saat ditetapkan.

 

 

Translate »